Cherreads

Chapter 15 - Kisah di Balik Longsor 

Malam turun perlahan, seperti tirai gelap yang menutup duka tanpa belas kasih. Langit menghitam pekat, dan hanya satu hal yang memecah gelapnya: Sakadian.

Cahaya putih itu masih menjulang, menembus langit seakan melubangi malam. Sinarnya tidak hangat — justru terasa asing, dingin, dan menusuk, seolah mengejek penderitaan yang menyelimuti desa.

Solor duduk diam di bangku warung setengah roboh. Wus Wus berdiri tak jauh darinya, sesekali meringkik kecil. Kuda kecil itu tampaknya juga merasakan atmosfer mencekam yang melingkupi desa.

Langkah pelan terdengar mendekat. Seorang pemuda muncul dari bayangan reruntuhan. Wajahnya kotor berlumur tanah, matanya merah, entah karena menangis atau karena debu yang mengiritasi. Ia tampak mengenali Solor. Tanpa ragu, ia duduk di dekatnya.

"Tuan... aku melihat semuanya."

Solor menoleh pelan, menatap pemuda itu dalam diam.

"Kau melihat apa yang dia lakukan?" tanyanya lirih.

Pemuda itu mengangguk. Napasnya tersengal, seakan kenangan itu sendiri menyakitinya.

"Namanya Randu. Dia bukan orang jahat."

"Ceritakan padaku," ujar Solor, suaranya tenang, tapi ada ketegangan halus di balik nada itu.

Pemuda itu menelan ludah. Pandangannya menerawang kosong ke arah Sakadian. Suaranya gemetar saat mulai bercerita.

"Siang tadi… gunung bergetar. Kami dengar suara gemuruh besar. Tanah mulai runtuh dari atas tebing. Kami semua lari. Tapi Randu… dia malah berlari ke arah tebing."

Solor mengerutkan dahi. "Dia lari ke arah bahaya?"

Pemuda itu mengangguk, suaranya bergetar.

"Kami pikir dia sudah gila. Tapi dia mengeluarkan sesuatu — sebuah keris tua. Cahaya hijau keluar dari bilahnya."

Solor menahan napas.

"Dia menancapkannya ke tanah."

Pemuda itu menarik napas dalam, seperti berusaha menahan isakan.

"Tebing… berhenti. Longsor itu membelah dua. Setengah tertahan di belakangnya, setengah lagi meluncur ke hutan... menjauh dari desa. Kalau bukan karena Randu... kami semua sudah mati."

Solor terdiam. Matanya menyipit. Di dalam dadanya, ada sesuatu yang bergejolak.

Pemuda itu melanjutkan, suaranya parau dan bergetar.

"Dia menyelamatkan kami semua. Tapi lalu Sakadian muncul. Cahaya putih itu membelah langit… dan Aliansi datang."

Pemuda itu memejamkan mata, suaranya lirih.

"Mereka bilang pusaka tetap pusaka. Siapa pun yang menggunakannya, hukumnya mati."

Solor mengalihkan pandangannya kembali ke Sakadian. Cahaya itu masih berdiri kokoh di tengah desa, diam… dingin… seolah menantang siapa saja yang berani melawan hukum.

Malam terasa makin kelam.

"Hukum tetap hukum..." ucap Solor pelan, suaranya nyaris berbisik.

Tapi ada sesuatu yang tersirat di balik kata-katanya. Bukan sekadar pasrah pada hukum — lebih seperti keraguan yang mulai membara.

Dan di kejauhan, Sakadian terus bersinar. Seolah menunggu sesuatu… atau seseorang… untuk mengakhiri malam itu.

More Chapters