Di ranjang antik berukir khas Pondok Kecot, Solor terbaring diam, napasnya teratur di bawah selimut hijau tua yang membalut tubuhnya. Aroma kayu cendana samar tercium dari bantalnya, bercampur dengan dinginnya embun pagi yang merayap masuk melalui jendela bundar berbentuk keong. Cahaya mentari baru mulai menyusup, menorehkan guratan keemasan di lantai kayu.
Angin dari luar berbisik lembut, menggoyangkan dedaunan dan memantulkan bayangan yang bergerak pelan di dinding kamar. Namun, ketenangan itu terusik perlahan.
Di ambang kesadarannya, Solor merasakan sesuatu—seakan ada kekuatan yang menariknya ke dalam pusaran ingatan yang bukan miliknya. Suara dentingan logam mulai terdengar samar, bergema di lorong gelap yang lembap. Udara berdebu bercampur dengan bau tanah basah dan keringat manusia yang kepayahan.
Dalam mimpi itu, Solor melihat bayangan seseorang berjongkok di tanah, tangannya berlumuran lumpur dan darah kering. Napasnya terengah-engah saat ia berusaha menggali lebih dalam. Sorot lampu ublik yang hampir padam berkedip samar, menyoroti wajah-wajah yang letih dan putus asa.
Di sisi lain lorong, beberapa orang tampak kesusahan—satu di antaranya terbaring lemah di pangkuan rekannya, tubuhnya gemetar, matanya separuh tertutup. Di atas mereka, suara sekop yang menggali tanah makin melemah, seolah para penambang itu berjuang melawan ajal yang perlahan mendekat.
Kemudian, sesuatu terjadi.
Cahaya redup muncul dari celah tanah yang mereka gali. Air mulai merembes perlahan, lalu dengan cepat berubah menjadi arus yang deras. Air itu mengalir, membersihkan lumpur dan darah, menyapu kelelahan, membawa harapan bagi yang tersisa.
Dan di tengah riak cahaya itu, sesuatu tampak berkilau—benda bundar berwarna keemasan yang setengah terkubur dalam lumpur.
"Akik Kumenteng…"
Bisikan itu terdengar lirih, sebelum gelombang air tiba-tiba menggulung semuanya.
Solor terkejut. Tubuhnya seakan terseret ke dalam arus yang deras, air itu menghantamnya, menenggelamkannya ke dalam pusaran yang seakan tak berujung—hingga akhirnya, semuanya lenyap.
Matanya terbuka seketika. Napasnya tersengal. Keringat dingin membasahi dahinya.
—Ketukan terdengar di pintu.