Cherreads

Chapter 9 - BAB 9: ULAR DI BALIK SERAGAM

Sudah dua minggu sejak insiden penyelamatan para agen di distrik industri. Keseharian di SMA Kurogane kembali seperti biasa… setidaknya di permukaan.

Reivan tetap tenang seperti biasanya. Duduk di barisan ketiga dari belakang, menatap jendela dengan mata santai dan senyum tipis, seolah hidup ini tidak lebih dari sekadar permainan catur yang mudah ditebak.

Di sisi lain, Aveline makin terlihat dekat dengannya. Setiap pulang sekolah, mereka kadang berjalan bersama, membuat tiga gadis lain—Kori, Sera, dan Yumi—semakin bingung dengan perasaan mereka sendiri.

"Kenapa sih Aveline bisa semudah itu deket sama Reivan?" keluh Yumi dengan pipi menggembung.

"Jangan-jangan mereka udah kenal lama…" celetuk Kori, mencoba terdengar biasa, tapi suaranya gemetar ringan.

Di sela obrolan mereka, Kiro, sahabat Reivan, diam-diam memperhatikan sesuatu yang aneh.

"...Tiga murid baru ya?" gumamnya, memperhatikan siswa-siswa baru pindahan dari luar kota yang duduk di barisan depan. Terlalu tenang. Terlalu rapi. Dan pandangan mereka terlalu fokus ke satu orang…

Reivan Arkady.

---

Di balik layar: Specter Eidolon dan Black Mantis Bergerak

Tiga siswa baru itu bukan siswa biasa.

Mereka adalah agen bayangan, pembunuh terlatih yang dikirim oleh gabungan Specter Eidolon dan Black Mantis, menyusup ke SMA Kurogane dengan satu tujuan:

Amati. Laporkan. Dan jika memungkinkan… habisi.

"Dia terlihat biasa saja… hanya remaja," bisik salah satu agen muda itu melalui earpiece-nya.

"Tunggu waktu yang tepat. Dia Night Hunter… jangan remehkan dia," jawab suara pemimpin mereka dari ujung lain komunikasi.

---

Namun mereka tidak tahu… sang pemburu sedang mengawasi balik.

Reivan sudah mencium keanehan sejak hari pertama ketiganya masuk. Bahasa tubuh. Cara mereka duduk. Cara mereka memegang pulpen seolah sedang memegang senjata.

Semua terlalu sempurna. Terlalu bersih.

Dan itulah kesalahan mereka.

---

Malam pun tiba. Dan Reivan mulai bergerak.

Ia mengikuti salah satu dari mereka diam-diam. Di lorong sepi belakang gedung olahraga yang sudah tak dipakai. Cahaya lampu rusak. Suara hanya ada langkah kaki… dan desiran angin.

Sebelum agen itu sadar, Reivan sudah berdiri di belakangnya.

"Siapa pengawasmu?" tanya Reivan, suaranya tenang, hampir seperti bisikan.

Agen itu tak sempat menjawab.

Reivan sudah memutar tangan lawannya, membekap mulutnya, dan menyematkan pisau lipat ke lehernya—bukan untuk membunuh, tapi cukup untuk membuatnya tak bergerak.

"Balik dan katakan… aku tahu. Dan ini baru perkenalan."

---

Keesokan harinya di kelas…

Tiga murid pindahan itu terlihat lebih gugup dari biasanya. Keringat di pelipis. Mata yang sesekali melirik Reivan.

Reivan hanya duduk tenang di kursinya. Seolah tidak terjadi apa-apa.

Namun Kiro, dari tempat duduknya, memperhatikan semuanya.

"Apa mereka sadar… kalau mereka sedang diburu?"

Dan Aveline, yang duduk di samping Reivan hari itu, memperhatikan betapa Reivan lebih dingin dari biasanya.

"…Ada sesuatu yang terjadi, ya?" bisiknya.

Reivan menoleh pelan dan menatapnya—dengan senyum samar yang membuat jantung Aveline berdebar.

"Hanya angin malam. Tapi kadang… angin bisa membawa ular masuk ke dalam rumah."

Keesokan paginya, SMA kurogane terlihat seperti biasa. Deretan siswa lalu lalang, tawa terdengar di sudut koridor, dan guru-guru terlihat sibuk dengan berkas masing-masing. Tapi hanya Reivan yang tahu—dunia sudah tak lagi seperti kemarin malam.

"Reivan!"

Suara ceria Mizuki memanggilnya begitu ia masuk ke kelas. Kaori dan Althea pun menyusul dengan gaya khas mereka: kaori mengacungkan buku catatan, dan Althea sudah siap dengan sindiran dingin seperti biasa.

Namun pagi ini terasa berbeda.

Aveline duduk di bangkunya lebih dulu dari biasanya. Rambutnya tergerai rapi, wajahnya terlihat sedikit memerah saat Reivan masuk. Matanya mengikuti tiap langkah Reivan dengan diam, penuh rasa yang tak bisa ia mengerti sendiri.

Reivan pun duduk seperti biasa. Tenang. Seolah malam tadi hanyalah mimpi buruk orang lain.

Mizuki: "Hei, kamu kenapa, Aveline? Pagi-pagi murung banget."

Aveline: (menoleh pelan) "Huh? Ah… tidak. Hanya lelah saja."

Althea: "Kalau 'lelah' karena jalan bareng Reivan semalaman, bilang aja."

Kaori: "Eh, kalian jalan bareng?"

Aveline: "...I-itu…"

Reivan hanya tersenyum kecil sambil membaca buku, tak memberi konfirmasi apa pun. Dan itu malah membuat ketiga gadis lainnya semakin penasaran dan kesal.

---

Di sisi lain, suasana para guru jauh dari biasa.

Ruangan staf dipenuhi bisik-bisik.

"Ada 4 siswa yang menghilang tanpa kabar…"

"Dan mereka termasuk siswa 'tinggi risiko'. Ada yang menyebut organisasi bawah tanah."

"Kita harus hati-hati. Mereka bisa menyusup ke sekolah."

---

Dan benar saja.

Di tempat gelap lain, markas bawah tanah Specter Eidolon…

Pemimpin Divisi Bayangan:

"Night Hunter bukan hanya ancaman. Ia adalah bencana tak terduga."

Pemimpin Black Mantis:

"Gagalkan dia, atau semua rencana runtuh. Kita kirim agen baru. Bukan pembunuh… tapi 'pengacau'."

Rencana dimulai.

---

Satu minggu kemudian,

Tiga murid baru pindahan masuk ke SMA Arcadia.

Dua laki-laki dan satu perempuan. Mereka tampak biasa—ramah, pintar, sopan. Tapi hanya sedikit yang tahu bahwa mereka adalah agen penyusup, dikirim untuk satu tujuan: menjatuhkan Reivan Arkady dari dalam.

---

Namun yang tak pernah mereka duga... adalah satu hal:

Mereka bermain catur melawan sang pencipta papan.

Reivan yang memperhatikan semuanya dari jauh… hanya tersenyum tipis sambil berkata dalam hati:

> "Taktik usang. Tapi mari kita buat permainan ini… sedikit menyenangkan."

---

More Chapters