Arindi meletakkan lampan berisi empat mangkuk soto segar di meja tengah berbentuk U. Asap tipis mengepul, menyebarkan aroma gurih yang langsung menggugah selera. Ia membagikan soto dan teh hangat dengan senyum ceria, lalu duduk bersama Gunadir dan Solor disebrangnya.
"Soto spesial Warung Kecot, persembahan langsung dari koki tercantik se-Sanajayan!" serunya sambil cengengesan. "Ada Soto Rasa Rindu buat Mas Solor, Soto Rasa Lapar buat Gunadir, dan... Soto Rasa Ikhlas buat aku sendiri."
Gunadir ngakak. "Ikhlas apanya? Paling juga nambah dua kali!"
Arindi cemberut. "Ya namanya juga ikhlas, kalau nambah kan berarti ikhlas dobel!"
Solor terkekeh pelan, merasa suasana hatinya jauh lebih baik.
Mereka bertiga makan sambil bercanda, melepas kangen seolah waktu tak pernah memisahkan.
Di tengah riuh tawa, tiba-tiba terdengar suara langkah berat menuruni tangga. Dua orang pengelana muncul terpincang-pincang. Salah satunya malah terpeleset di anak tangga terakhir dan jatuh terduduk.
Arindi menahan tawa sambil berseru, "Ya ampun, Kakang! Ini habis berapa ronde sampai tepar begitu?"
Gunadir menyambung sambil cekikikan. "Kalian mendingan menginap aja di sini. Udah petang, memang mau tidur di mana kalau jalan lagi?"
Pengelana yang jatuh hanya mengangkat jempolnya, seolah menyerah. Yang satu lagi, dengan suara serak kelelahan, menjawab, "Kami cuma butuh dua jahe parem hangat...."
Arindi mengangguk, lalu bergegas menyiapkan minuman hangat. Pengelana itu duduk di bangku bundar dekat jendela,
Di meja tengah, Solor melirik Gunadir di sampingnya. "Koro belum turun?" tanyanya pelan.
Gunadir, yang masih sibuk menyeruput kuah soto, menjawab santai, "Mungkin belum selesai permainannya. Sebentar lagi dia pasti turun... soalnya perutnya nggak bakal tahan lama."
Solor tersenyum kecil. Ia tahu betul, perut Koro adalah jam biologis yang selalu tepat waktu.
Mereka bertiga melanjutkan makan, menikmati soto hangat di tengah malam yang makin pekat. Suasana di Warung Kecot terasa akrab, seakan dunia luar yang penuh bahaya dan misteri hanyalah bayangan jauh. Malam ini, setidaknya, mereka masih punya tawa dan kenangan lama yang tetap hidup.