Cherreads

Chapter 8 - Rahasia di Balik Kain Hitam

Angin malam menghembus pelan di Lembah Arkhon, membawa bau abu dan darah yang tertinggal dari ritual yang nyaris mengguncang dunia. Di tengah reruntuhan lingkaran sihir, Edwin berdiri membeku, menatap sosok perempuan berjubah perak di hadapannya.

Yuna.

Sahabat kecilnya. Gadis yang dulu selalu bersamanya saat latihan, yang pernah menyelamatkan hidupnya dari binatang buas, yang diyakini telah mati dalam serangan biara tujuh tahun lalu.

Tapi di depan Edwin sekarang berdiri wanita yang berbeda. Wajahnya memang sama, tapi matanya tertutup kain hitam, dan di sekeliling tubuhnya berputar aura dingin dan mengancam—energi dari alam bayangan. Dia bukan Yuna yang dulu.

"Kau… masih hidup," kata Edwin, setengah berbisik. "Kenapa kau tidak kembali? Kenapa—"

Yuna mengangkat tangannya perlahan, dan Edwin merasakan tekanan spiritual begitu berat, seperti tanah dan langit menunduk.

"Edwin," katanya dengan suara pelan, "aku tidak bisa kembali. Karena aku bukan lagi bagian dari dunia yang kau kenal."

Dia membuka penutup matanya.

Di balik kain hitam, bola matanya telah berubah: satu keperakan dengan pupil menyilang seperti bulan sabit, dan satu lagi hitam pekat tanpa pantulan. Kekuatan dari dua dimensi berbeda.

Kilasan Masa Lalu: Kejatuhan Biara Cahaya

Yuna mulai menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.

 

Biara Cahaya tempat dia dibesarkan bukan hanya tempat suci pelatihan kultivasi cahaya, tapi juga pusat penelitian segel jiwa kuno. Suatu malam, biara diserang oleh entitas bayangan yang tidak bisa dibunuh—makhluk yang datang dari Rongga Dimensi Ketiga, tempat di luar Arkos, yang hanya bisa dibuka dengan darah keturunan Kaisar dan penjaga cahaya.

Saat semua murid terbantai, Yuna satu-satunya yang selamat, karena ia dipilih oleh entitas bayangan itu—bukan untuk dibunuh, tapi untuk dijadikan pembawa cahaya dan bayangan dalam satu tubuh. Dia diberi pilihan: mati... atau menjadi jembatan antara dua dunia.

Dia memilih bertahan. Tapi harga yang harus dibayar adalah… dirinya sendiri.

"Aku masih Yuna," katanya. "Tapi juga bukan. Aku tahu tentang kebangkitan Bayangan Kaisar. Aku tahu kau akan datang. Karena kita terikat oleh takdir yang bahkan leluhur kita sendiri tidak bisa lepas darinya."

Darah yang Sama, Takdir yang Berbeda

Edwin terdiam. Wajahnya gelap.

"Kenapa kau ikut mereka?" tanyanya akhirnya. "Kalau kau tahu ritual ini bisa menghancurkan Arkos—kenapa kau tidak menghentikannya?"

Yuna menatapnya dengan mata yang menyimpan dua dunia.

"Aku mencoba. Tapi mereka tidak mendengarkanku. Bahkan di antara bayangan, aku dianggap pengkhianat karena aku masih punya cahaya. Sama seperti di dunia cahaya, aku dibuang karena membawa bayangan."

Dia menunduk.

"Aku… tidak punya tempat."

Seketika, Edwin maju selangkah dan menggenggam tangannya.

 

"Kau punya satu," katanya dengan mantap. "Di sisiku."

Yuna terkejut. Untuk pertama kalinya dalam tujuh tahun, dia merasa… dilihat. Diterima. Tapi sebelum ia bisa menjawab, tanah kembali bergetar. Dari dalam jurang lembah, aura mengerikan membuncah. Ritual itu belum sepenuhnya gagal.

Kembalinya Sang Bayangan

Dari bawah tanah, muncul sosok besar dan kabur—sebagian kabut, sebagian tubuh fisik. Bayangan Kaisar Pertama muncul kembali, tapi kali ini tidak terikat oleh segel, tidak pula terkendali.

"Pewarisku... dan pengkhianat… kalian akan jadi darah pertama dalam kebangkitanku!" suara itu menggema seperti ribuan gema dalam satu waktu.

Edwin dan Yuna saling memandang. Untuk sesaat, tak ada kata-kata. Hanya pemahaman yang terbentuk dari masa lalu yang terikat dan masa depan yang belum pasti.

"Gabung teknikmu denganku," kata Yuna. "Cahaya dan bayangan—mereka hanya bisa mengalahkan bayangan sejati bila bersatu."

Edwin mengangguk. Ia mengambil posisi di sebelahnya. Jari mereka saling bersentuhan, dan dua energi yang seharusnya bertolak belakang mulai menyatu.

Teknik Rahasia: Jejak Cahaya Bayangan

Teknik yang tak pernah tertulis dalam kitab manapun, muncul dari penyatuan dua jiwa yang seharusnya tak pernah bisa bersatu.

Tubuh Edwin memancarkan cahaya biru muda, sementara tubuh Yuna diselimuti kabut perak gelap. Dalam satu gerakan bersamaan, mereka membentuk simbol besar di udara, lambang kesatuan takdir: lingkaran putih dengan garis hitam yang mengirisnya secara diagonal.

 

Dengan teriakan serentak, mereka melepaskan teknik itu: Jejak Cahaya Bayangan—sebuah serangan simultan dari dua dimensi, menyasar langsung ke jiwa Sang Bayangan.

Raungan mengguncang lembah.

Entitas itu berusaha bertahan, namun kekuatan dari dua pewaris sejati menghancurkan intinya—jiwa lama dari Kaisar Pertama yang korupsi pun lenyap, meledak dalam ledakan cahaya dan kabut.

Lembah Arkhon tenang kembali.

Setelah Perang Usai

Saat kabut menghilang, dan tanah tak lagi berguncang, Edwin dan Yuna berdiri berhadapan.

"Kau masih akan pergi?" tanya Edwin.

Yuna menatap langit. "Aku harus mencari tahu siapa yang memulai semua ini. Ada bayangan yang lebih dalam di balik ini semua. Bahkan Bayangan Kaisar hanyalah pion."

"Kalau begitu, kita akan bertemu lagi."

Yuna tersenyum. "Kau akan mencariku?"

Edwin mengangguk. "Selalu."

Dengan langkah perlahan, Yuna memudar ke dalam kabut lembah, menuju tempat yang bahkan langit enggan melihat.

Dan Edwin… menatap matahari yang mulai terbit. Petualangannya baru dimulai.

More Chapters