Mentari pagi perlahan menyelinap masuk melalui celah tirai jendela rumah sakit. Sinar hangatnya menyapu lembut wajah pucat Jungwon yang masih terlelap. Di meja samping tempat tidurnya, terdapat vas kecil berisi bunga matahari—bunga favoritnya yang dibawakan Sunoo kemarin malam. Di samping vas, ada foto Polaroid para member saat liburan di villa, tertawa lepas dengan langit senja di belakang mereka.
Perlahan, mata Jungwon terbuka. Ia mengedip beberapa kali, lalu memandang sekeliling ruangan yang terasa sunyi. Tidak ada alat medis ribet lagi di tubuhnya. Tak ada suara alat monitor jantung seperti dulu saat ia kritis. Hanya dirinya… dan keheningan yang mendamaikan.
Ia duduk perlahan, menatap tangannya sendiri. Tubuhnya memang belum sepenuhnya pulih, tetapi hari ini, jiwanya terasa sedikit lebih tenang. Entah karena semalam ia tertidur dengan senyum para member, atau karena ia mulai menerima kenyataan.
Tak lama kemudian, pintu kamar terbuka pelan. Heeseung masuk membawa nampan berisi sarapan dan senyum hangat di wajahnya.
"Pagi, Won. Hari ini kamu bangun lebih cepat dari biasanya," ujarnya sambil meletakkan nampan di atas meja kecil.
Jungwon tersenyum tipis. "Aku mimpi baik tadi malam, hyung."
"Hmm? Mimpi apa?"
"Mimpi… kita lagi perform bareng di konser. Tapi aku nggak merasa sedih. Rasanya ringan. Seolah aku bisa bernapas lagi."
Heeseung duduk di kursi, menatap Jungwon dengan penuh perhatian. "Mungkin itu pertanda. Bahwa kamu udah mulai sembuh. Bukan cuma secara fisik… tapi juga hatimu."
Jungwon tidak langsung menjawab. Ia menatap keluar jendela, memperhatikan burung kecil yang hinggap di ranting pohon.
"Aku masih ingat semua," ucapnya pelan. "Semua ucapan Gabriel… semua rasa sakit. Tapi aku nggak mau selamanya terjebak di situ."
Heeseung tersenyum. Ia bangga pada adiknya yang mulai bicara seperti itu.
"Kamu tahu, kan? Kami semua ada buat kamu. Nggak pernah sekalipun ninggalin kamu."
Jungwon mengangguk. "Aku tahu. Kalau bukan karena kalian… mungkin aku udah menyerah."
Pagi itu, satu demi satu member mulai datang. Sunoo muncul lebih dulu, seperti biasa membawa camilan dan boneka baru yang ia beri nama "Mini-Won". Niki masuk sambil bercerita soal fans yang mengirimkan surat dukungan untuk Jungwon. Jay datang membawa buku catatan kecil bertuliskan "Tour Planning – With Jungwon", penuh coretan semangat dan candaan. Lalu Sunghoon menyusul dengan kertas-kertas bertuliskan lagu yang ia dan Heeseung tulis—khusus untuk Jungwon.
"Judulnya 'Tetap Di Sini'. Tentang seseorang yang pernah ditinggal, tapi dia memilih untuk tetap tinggal, untuk orang-orang yang nggak pernah meninggalkannya," ucap Sunghoon sambil duduk di sisi ranjang.
Jungwon terdiam mendengarnya. Matanya mulai berembun.
"Hyung…" bisiknya pelan. "Terima kasih."
Tak butuh kata lain. Hari itu, untuk pertama kalinya sejak ia masuk rumah sakit, Jungwon merasa… ia benar-benar ingin sembuh. Bukan hanya demi dirinya sendiri, tetapi demi orang-orang yang mencintainya tanpa syarat.
Luka di hatinya belum sepenuhnya pulih. Tapi ia tahu, setiap hari yang ia lewati dengan senyuman tulus dari orang-orang ini, adalah obat yang perlahan menyembuhkan.
Dan pagi itu, untuk pertama kalinya, Jungwon makan sarapan dengan lahap sambil tertawa kecil bersama keluarga keduanya. Sebuah awal baru… babak baru dari perjalanannya.
Setelah sarapan bersama para member, suasana kamar rumah sakit Jungwon terasa lebih hidup dari sebelumnya. Gelak tawa kecil, lelucon khas Sunoo dan Niki yang kadang tidak lucu tapi menghibur, dan suara ketikan pelan Jay di laptopnya yang entah sedang mengerjakan apa—semuanya memberikan nuansa rumah bagi Jungwon yang selama ini hanya dirundung rasa kehilangan.
Heeseung duduk di dekat jendela sambil mengecek jadwal yang telah disusun ulang oleh manajer. Ia sedang menyusun rencana untuk kegiatan grup setelah Jungwon benar-benar pulih. Tidak ada tekanan, hanya rencana ringan seperti latihan vokal santai, workshop menulis lagu, dan liburan ke luar negeri setelah masa pemulihan selesai.
Jungwon duduk di ranjangnya, bersandar pada tumpukan bantal. Ia memperhatikan semuanya, tak banyak bicara, tapi senyumnya kembali menghiasi wajahnya—meski masih tipis dan sedikit canggung.
"Hyung," ucapnya pelan pada Jay yang duduk di dekat meja, "Kamu yakin aku bisa kembali berdiri di atas panggung?"
Jay menoleh, menghentikan ketikannya dan berjalan ke samping ranjang Jungwon. Ia menatap mata pemuda yang selama ini menjadi pemimpin mereka—yang selalu kuat di depan, namun kini tampak rapuh, namun jujur.
"Kamu bukan hanya bisa, Jungwon. Kamu pasti kembali ke panggung itu. Tapi kali ini, dengan hati yang lebih kuat. Dan kami semua akan berdiri di sebelahmu," ujar Jay dengan penuh keyakinan.
Niki mengangguk cepat sambil berkata, "Bahkan kalau kamu cuma bisa berdiri dan senyum doang, itu udah cukup buat kami. Engene juga pasti akan bahagia lihat kamu kembali."
Sunghoon menambahkan sambil menepuk bahu Jungwon, "Tapi kita juga nggak akan biarin kamu buru-buru. Kita pelan-pelan, satu langkah dulu. Kalau kamu kuat secara mental, fisik pasti bisa menyusul."
Kata-kata mereka membuat dada Jungwon menghangat. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Mungkin, selama ini ia terlalu menyimpan luka sendirian. Ia terlalu fokus mencintai seseorang yang telah pergi, sampai lupa bahwa cinta yang lebih tulus justru ada di sekelilingnya.
Sunoo tiba-tiba mendekat dan mengeluarkan sebuah buku dari tasnya—buku harian yang ia tulis khusus selama Jungwon dirawat.
"Aku tulis ini tiap hari buat kamu. Isinya semua cerita-cerita lucu, surat dari Engene yang aku pilih, dan... hal-hal kecil yang kamu lewatkan selama kamu nggak sadar," ucap Sunoo sambil menyerahkan buku itu ke Jungwon.
Jungwon membuka halaman pertama, lalu tertawa kecil saat membaca tulisan Sunoo yang penuh emotikon hati dan bintang-bintang.
"Hyung, ini lucu banget..." ucapnya dengan suara serak. "Kamu nulis kayak anak TK."
Sunoo tertawa puas, "Asal kamu senyum, aku rela nulis kayak gitu tiap hari."
Tawa ringan kembali memenuhi ruangan. Namun, di balik tawa itu, Jungwon tahu… perjalanan menuju kesembuhan belum selesai. Tapi kali ini, ia tak berjalan sendirian.
Kemudian Heeseung bangkit dari tempat duduknya dan berdiri di tengah ruangan. Semua mata langsung tertuju padanya.
"Jungwon-ah," katanya serius, "Mulai besok kamu boleh ikut terapi pemulihan ringan. Psikolog juga akan datang setiap dua hari untuk bantu kamu bicara… melepas semua yang masih kamu simpan."
Jungwon menunduk sebentar, lalu menatap Heeseung. Kali ini, tak ada penolakan. Hanya anggukan kecil dengan suara lirih.
"Baik, hyung. Aku mau… aku mau sembuh. Bukan cuma tubuhku… tapi semuanya."
Dan saat kata-kata itu keluar dari bibir Jungwon, semua member serempak mendekat dan memeluknya satu per satu. Pelukan hangat yang tanpa syarat. Pelukan yang menjadi jawaban bahwa cinta bukan selalu tentang sepasang kekasih—tetapi tentang keluarga yang selalu setia, bahkan saat dunia terasa runtuh.
Di luar jendela, mentari pagi naik sedikit lebih tinggi. Menyinari wajah Jungwon yang masih pucat, tapi kini memiliki cahaya baru di matanya: harapan.
Hari ketiga sejak Jungwon sadar menjadi hari yang paling tenang sejak semua badai emosional menghantam hidupnya. Pagi itu, udara sejuk masuk dari jendela yang dibiarkan terbuka sedikit oleh Sunghoon. Cahaya matahari yang jatuh ke lantai menciptakan pola-pola hangat yang menenangkan. Di sisi ranjang, ada beberapa bingkisan kecil dari fans yang diantar oleh staff—berisi surat, makanan ringan, dan boneka kecil bertuliskan: "Come back stronger, our leader."
Jungwon duduk bersandar, mengenakan hoodie abu-abu kesayangannya. Matanya tak lagi sembab seperti sebelumnya, meskipun jejak luka masih terlihat jelas di matanya. Tapi hari ini, ia tak ingin menangis. Hari ini, ia hanya ingin mencoba… tersenyum sedikit lebih lebar.
Heeseung masuk lebih dulu, membawa sarapan dan beberapa buku yang katanya bisa membantu menyembuhkan trauma. Tak lama, Jay dan Niki muncul sambil membawa tablet dan menunjukkan video klip kompilasi para fans dari seluruh dunia yang mengucapkan semangat untuk Jungwon.
"Ada dari Filipina, Indonesia, Thailand, Jerman… bahkan Polandia!" ujar Niki sambil memutar videonya.
Di video itu, para fans mengangkat banner bertuliskan:
"We'll wait for you, Jungwon!"
"You are not alone!"
"You made us strong, now let us be your strength."
Jungwon menatap layar dengan penuh haru. Matanya mulai berkaca-kaca lagi, tapi kali ini bukan karena luka—melainkan karena hangatnya cinta.
Jay menepuk bahu Jungwon pelan. "Lihat? Kamu itu nggak sendiri. Bahkan saat kamu jatuh, ribuan orang berdoa buat kamu."
Sunoo datang menyusul dengan membawa satu kertas catatan. "Aku udah siapin jadwal healing kamu selama dua minggu ke depan! Ada terapi seni, ada yoga bareng pelatih khusus, dan… hari ketujuh kita bikin day-off bareng semua member ke desa healing!"
"Desa healing?" tanya Jungwon, sedikit tertawa.
Sunoo mengangguk dengan bangga. "Iya! Tempat yang jauh dari keramaian. Ada sungai, ada perahu kecil, bisa main layangan juga. Aku udah bilang ke manajer buat booking tanggalnya!"
Tawa kecil mulai terdengar di kamar itu. Sunghoon yang sedang membaca majalah hanya melirik dan ikut tersenyum.
"Kalau kamu bisa tertawa kayak tadi waktu di atas panggung, Won… berarti kamu bisa lebih kuat dari siapa pun," kata Sunghoon.
Jungwon terdiam sejenak, menatap tangannya sendiri.
"Dulu aku pikir… cinta itu harus dari seseorang yang kita perjuangkan dengan segala rasa. Tapi ternyata, cinta juga bisa datang dari orang-orang yang nggak pernah pergi. Dari kalian."
Suasana seketika menjadi hening. Lalu Heeseung berkata dengan nada tenang namun tegas, "Cinta itu bukan siapa yang pertama datang… tapi siapa yang tetap bertahan saat semuanya terasa runtuh."
Jungwon menunduk, lalu menatap ke depan. "Kalau nanti aku kuat lagi, aku mau berdiri di atas panggung bukan buat menunjukkan luka… tapi buat menunjukkan kalau aku bisa bangkit."
Sunoo, Niki, Jay, Sunghoon, dan Heeseung secara bersamaan menghampiri Jungwon dan memeluknya dari segala sisi. Tawa kecil mereka menyatu dalam pelukan itu. Pelan-pelan, Jungwon mulai belajar tersenyum lagi… bukan untuk menutupi luka, tapi karena hatinya mulai berani untuk sembuh.
Dan saat ia menatap keluar jendela, melihat langit yang cerah dan daun-daun yang tertiup angin… untuk pertama kalinya sejak sekian lama, ia berkata dalam hati:
"Aku akan baik-baik saja."
"Dan aku akan kembali… untuk diriku sendiri."