Pagi di Kota Langit Perak terasa sejuk, kabut tipis menyelimuti jalanan batu yang masih sepi. Wei Chen, Li Qing, Zhao Yan, dan Su Ling berdiri di gerbang kota, siap untuk memulai perjalanan menuju Hutan Roh Kuno. Jubah biru muda Wei Chen berkibar lembut ditiup angin, pedang kayunya terselip di pinggang, tapi matanya penuh tekad yang baru. Setelah mengetahui asal-usulnya dan kebenaran tentang kematian ibu serta ayahnya, ia merasa ada api baru yang membakar di dalam dirinya—api balas dendam terhadap Sekte Naga Darah.
Li Qing memimpin rombongan, pedang peraknya berkilau di bawah sinar matahari pagi. "Hutan Roh Kuno ada di timur Benua Langit Tak Bertepi," katanya, suaranya tegas. "Kita harus melewati Lembah Angin Berbisik dan Sungai Darah Merona sebelum sampai di sana. Kedua tempat itu penuh bahaya, jadi kita harus waspada."
Zhao Yan memutar tombak emasnya, senyum ceria menghiasi wajahnya. "Tenang saja, Kakak Sulung!" katanya, suaranya penuh semangat. "Dengan kita berempat, tidak ada yang tidak bisa kita hadapi. Benar, Chenchen?"
Wei Chen tersenyum kecil, tapi ada sedikit ketegangan di matanya. "Benar, Kakak Kedua," jawabnya, suaranya penuh tekad. "Aku… aku akan berusaha sebaik mungkin."
Su Ling, yang berjalan di samping Wei Chen, tersenyum lembut. "Kami percaya padamu, Chenchen," katanya, suaranya penuh kehangatan. Vial racun kecil di pinggangnya berkilau samar, siap untuk digunakan jika diperlukan.
Mereka melangkah keluar dari Kota Langit Perak, meninggalkan gemuruh turnamen di belakang. Perjalanan menuju Hutan Roh Kuno membawa mereka melewati padang rumput luas yang dipenuhi bunga-bunga liar, tapi suasana terasa semakin tegang seiring mereka mendekati Lembah Angin Berbisik. Angin di lembah itu bertiup kencang, membawa suara-suara aneh yang terdengar seperti bisikan kuno, membuat bulu kuduk merinding."
Tempat ini… terasa aneh," gumam Su Ling, matanya menyipit penuh kewaspadaan. "Aku merasa ada yang mengawasi kita."
Li Qing mengangguk, tangannya mencengkeram gagang pedang perak. "Tetap waspada," katanya, suaranya tegas. "Lembah ini dikenal sebagai sarang binatang iblis… dan tempat persembunyian para kultivator jahat."
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari kejauhan, diikuti oleh hawa dingin yang membawa bau darah. Puluhan kultivator berjubah merah darah muncul dari balik bukit, pedang mereka terhunus, mata mereka penuh kebencian. Itu adalah pasukan Sekte Naga Darah, yang telah dikirim oleh Mo Tian untuk menghadang Wei Chen dan kakak-kakaknya."
Anak-anak Puncak Awan Suci!" teriak pemimpin pasukan, seorang kultivator tinggi dengan bekas luka di wajahnya. "Kalian tidak akan pernah sampai ke Hutan Roh Kuno! Atas perintah Tuan Mo Tian, kalian akan mati di sini!"
Li Qing langsung bergerak, pedang peraknya menciptakan gelombang energi perak yang ganas—Tebasan Awan Penghancur. Gelombang itu menghantam beberapa kultivator Sekte Naga Darah, membuat mereka terpental, tapi jumlah musuh terlalu banyak. Zhao Yan melompat maju, tombak emasnya berputar, menciptakan angin puyuh emas—Tombak Emas Penusuk Langit—yang menghabisi beberapa musuh lainnya."
Chenchen, Su Ling, lindungi satu sama lain!" teriak Li Qing, suaranya penuh perintah. "Kita harus bertahan!"
Su Ling mengangguk, tangannya melemparkan vial racun kecil yang meledak di udara, menciptakan kabut hijau beracun—Kabut Racun Bunga. Kabut itu melemahkan beberapa kultivator musuh, tapi mereka terus menyerang dengan ganas.
Wei Chen berdiri di samping Su Ling, pedang kayunya terhunus, matanya penuh tekad. Ia melancarkan Tebasan Awan Murni, gelombang energi putih bercampur merah yang membelah udara, menghabisi beberapa musuh. Namun, qi-nya kembali bergetar liar, dipicu oleh kemarahan yang membakar di hatinya saat ia mengingat kematian ibu dan ayahnya. Gelombang itu nyaris mengenai Su Ling, membuat Wei Chen panik."
Kakak Ketujuh, hati-hati!" teriak Wei Chen, matanya melebar penuh kekhawatiran.Su Ling melompat ke samping, menghindari serangan itu dengan gesit. "Aku baik-baik saja, Chenchen!" katanya, suaranya penuh kelegaan. "Tapi kau harus mengendalikan qi-mu!"
Tiba-tiba, sebuah serangan dari samping melesat ke arah Wei Chen—gelombang energi merah darah yang ganas. Wei Chen tidak sempat menghindar, tapi sebelum serangan itu mengenainya, sebuah bayangan melompat di depannya. Itu adalah Feng Huo, yang tiba-tiba muncul bersama Xiao Mei, Liang Shu, dan Gu Tao, yang baru saja tiba untuk membantu.
Feng Huo mengangkat serulingnya, memainkan Nada Penghancur Jiwa. Gelombang suara yang kuat menghantam serangan musuh, menghancurkannya dalam sekejap. "Chenchen, kau baik-baik saja?" tanya Feng Huo, suaranya dingin tapi penuh perhatian.
Wei Chen mengangguk, napasnya tersengal. "Kakak Ketiga… terima kasih," katanya, suaranya penuh kelegaan. "Kalian… kalian datang tepat waktu."
Xiao Mei, Liang Shu, dan Gu Tao juga bergabung dalam pertarungan, membantu Li Qing dan Zhao Yan menghabisi sisa pasukan Sekte Naga Darah. Xiao Mei melancarkan Angin Puyuh Kelopak Bunga, menciptakan angin puyuh dengan kelopak bunga tajam yang menghabisi musuh.
Liang Shu menggunakan Mantra Penyegel Roh, menyegel beberapa musuh dalam gulungan mantranya. Gu Tao, dengan tinjunya yang kuat, melancarkan Tinju Awan Guntur, menciptakan ledakan guntur yang menghancurkan musuh.Setelah pertarungan sengit, pasukan Sekte Naga Darah akhirnya dikalahkan, tapi Wei Chen dan kakak-kakaknya tidak keluar tanpa luka. Wei Chen memiliki beberapa luka di lengannya, sementara Feng Huo terluka cukup parah di bahunya, darah menetes dari luka itu.
"Chenchen… kau sudah jadi lebih kuat," kata Feng Huo, suaranya dingin tapi penuh kehangatan. Ia duduk di samping Wei Chen, serulingnya bersandar di pangkuannya. "Aku… aku dulu dikhianati oleh sahabatku. Itu sebabnya aku sulit mempercayai orang lain. Tapi kau… kau membuatku belajar mempercayai lagi."
Wei Chen menatap Feng Huo, matanya penuh rasa terima kasih. "Kakak Ketiga… terima kasih," katanya, suaranya penuh kehangatan. "Aku… aku akan melindungi kalian semua, seperti kalian melindungiku."
Feng Huo tersenyum tipis, senyum yang jarang ia tunjukkan. "Aku percaya padamu, Chenchen," katanya, suaranya lembut. Tapi di dalam hati Wei Chen, ada firasat buruk yang tiba-tiba muncul—firasat bahwa ia tidak akan bisa melindungi semua orang yang ia sayangi.
Di markas Sekte Naga Darah, Mo Tian dan Saudara Gu menatap cermin kuno, wajah mereka penuh amarah. "Pasukan itu gagal menghentikan mereka," gumam Mo Tian, suaranya penuh kebencian. "Tapi tidak apa-apa… di Hutan Roh Kuno, kita akan pastikan mereka semua mati."
Saudara Gu tersenyum licik, matanya menyala penuh rencana jahat. "Kita akan kirim pasukan yang lebih kuat," katanya, suaranya dingin. "Dan di Hutan Roh Kuno, kita akan pastikan bocah itu kehilangan segalanya… termasuk hati murninya."
Di bawah langit yang mulai gelap, Wei Chen dan kakak-kakaknya melanjutkan perjalanan menuju Hutan Roh Kuno, tidak menyadari badai yang lebih besar menanti mereka di depan. Hutan itu, dengan roh-roh kuno dan binatang iblisnya, akan menjadi ujian terbesar mereka—dan bagi Wei Chen, itu akan menjadi awal dari kehilangan yang lebih besar.