Cherreads

Legenda Awan Suci Darah Abadi

DaoistBUCKQu
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1.3k
Views
Synopsis
Di Benua Langit Tak Bertepi, kekuatan adalah segalanya, dan kelemahan adalah dosa yang tak termaafkan. Wei Chen, seorang yatim piatu polos yang dibesarkan di Sekte Puncak Awan Suci, hidup bahagia di bawah perlindungan tujuh kakak seperguruannya, Tujuh Pedang Awan Suci. Namun, ketika Sekte Naga Darah menyerang, memburu Relik Darah Abadi yang konon bisa mengubah nasib dunia kultivasi, kehidupan damai Wei Chen hancur. Dengan hati murni sebagai senjata terbesarnya, Wei Chen harus melangkah dari bayang-bayang kakak-kakaknya, menghadapi dunia yang kejam, dan menemukan kekuatan sejati di dalam dirinya—sebelum badai darah menelan semua yang ia cintai.
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1: Cahaya di Tengah Puncak Seribu Awan

Di dunia yang dikenal sebagai Benua Langit Tak Bertepi, kekuatan adalah segalanya. Para kultivator mengejar puncak keabadian, mengorbankan darah, keringat, dan bahkan jiwa mereka demi menembus batas langit. Sekte-sekte besar berdiri megah di puncak gunung, sementara yang lemah hanya bisa merangkak di lembah, menjadi mangsa para pendekar yang haus kekuasaan. Di dunia ini, kebaikan hati adalah kemewahan yang tak banyak orang mampu miliki, dan kelemahan adalah dosa yang tak termaafkan.

Namun, di antara puncak-puncak yang menjulang di Pegunungan Seribu Awan, ada sebuah sekte kecil bernama Sekte Puncak Awan Suci. Sekte ini tak sebesar Sekte Pedang Langit atau Sekte Api Abadi yang menguasai wilayah timur dan barat, tapi dikenal karena murid-muridnya yang setia dan penuh kasih sayang satu sama lain. Di sinilah kisah kita dimulai, bersama seorang pemuda bernama Wei Chen.

Wei Chen adalah yatim piatu sejak lahir. Ia ditemukan oleh Guru Besar Sekte Puncak Awan Suci, Master Yun Xiao, di tepi Sungai Awan yang dingin, terbungkus kain usang dengan tangisan lemah yang nyaris tak terdengar. Tak ada yang tahu siapa orang tua Wei Chen, tapi Master Yun Xiao melihat kilau kebaikan di mata bayi itu dan memutuskan untuk membawanya ke sekte. Kini, di usia lima belas tahun, Wei Chen telah tumbuh menjadi pemuda yang polos, ceria, dan penuh kehangatan, meski dunia di sekitarnya begitu kejam.

Pagi itu, sinar matahari pagi menyelinap di antara kabut tebal yang menyelimuti Puncak Awan Suci. Wei Chen duduk bersila di tepi lapangan latihan, tangannya memegang sebatang bambu yang ia gunakan untuk menggambar lingkaran di tanah. Wajahnya yang tampan dengan pipi sedikit tembam berseri-seri, matanya yang jernih memandang tujuh sosok di depannya dengan penuh kekaguman.

Tujuh sosok itu adalah kakak-kakak seperguruan Wei Chen, yang dikenal sebagai Tujuh Pedang Awan Suci. Mereka adalah murid-murid terbaik sekte ini, masing-masing memiliki kekuatan yang jauh di atas manusia biasa. Mereka adalah pilar sekte, dan bagi Wei Chen, mereka adalah keluarga.

"Kakak Sulung, lihat! Aku sudah bisa menggambar lingkaran yang sempurna!" seru Wei Chen sambil menunjukkan hasil coretannya di tanah.

Kakak Sulung, Li Qing, seorang pemuda berusia dua puluh tiga tahun dengan jubah putih dan pedang perak di punggungnya, melirik ke arah Wei Chen. Wajahnya yang tampan dan dingin langsung melembut. "Bagus, Chenchen. Tapi kau harus lebih fokus pada latihan kultivasimu. Gambar lingkaran tak akan menyelamatkanmu dari serangan binatang iblis."

Wei Chen cengengesan, menggaruk kepalanya yang berambut hitam acak-acakan. "Tapi Kakak Kedua bilang aku boleh istirahat hari ini!"

Kakak Kedua, Zhao Yan, seorang wanita cantik dengan rambut panjang terikat tinggi dan tombak emas di tangannya, tertawa kecil. "Aku memang bilang begitu, tapi itu karena kau sudah berlatih keras kemarin. Jangan manja, ya, Chenchen. Nanti Kakak Ketiga marah lagi."

Kakak Ketiga, Feng Huo, yang sedang duduk di bawah pohon sambil memainkan serulingnya, mendengus. "Aku tak marah. Aku hanya tak suka melihat adik kecil kita ini terlalu santai. Dunia di luar sana tak seindah Puncak Awan Suci. Kalau dia tak kuat, siapa yang akan melindunginya?"

"Tenang saja, Kakak Ketiga," sahut Kakak Keempat, sebuah gadis lincah bernama Xiao Mei yang sedang melompat-lompat dengan kipas besar di tangannya. "Kita semua ada di sini untuk Chenchen! Benar, Kakak Kelima?"

Kakak Kelima, seorang pemuda pendiam bernama Liang Shu yang sedang membaca buku di sudut, hanya mengangguk tanpa mengalihkan pandangan dari halaman yang ia baca. Sementara itu, Kakak Keenam, seorang pria berotot bernama Gu Tao, sedang mengangkat batu besar sebagai latihan, tertawa keras. "Haha, siapa yang berani menyentuh adik kecil kita? Aku akan hancurkan mereka dengan tangan kosong!"

Kakak Ketujuh, seorang gadis lembut bernama Su Ling, yang sedang meracik ramuan di dekat Wei Chen, tersenyum hangat. "Kalian semua terlalu berisik. Chenchen, sini, coba minum ramuan ini. Ini akan membantumu membuka meridianmu lebih cepat."

Wei Chen berlari kecil ke arah Su Ling, menerima mangkuk kecil berisi cairan hijau dengan aroma segar. "Terima kasih, Kakak Ketujuh! Kakak selalu baik padaku."

Su Ling mengelus kepala Wei Chen dengan lembut. "Kau adik kami. Tentu saja kami akan selalu baik padamu."

Di tengah tawa dan canda mereka, Wei Chen merasa hatinya penuh kehangatan. Meski ia tak punya orang tua, tujuh kakak seperguruannya adalah segalanya baginya. Mereka melindunginya, mengajarinya, dan membuatnya merasa bahwa dunia ini tak sekejam yang diceritakan orang-orang. Di Puncak Awan Suci, ia merasa aman, dikelilingi oleh kasih sayang dan tawa.

Namun, di balik kebahagiaan itu, Wei Chen tak tahu bahwa bayang-bayang gelap sedang merayap mendekat. Di dunia kultivasi yang kejam ini, kelemahannya sebagai murid dengan bakat biasa-biasa saja membuatnya menjadi target—bukan hanya bagi musuh sekte, tapi juga bagi mereka yang iri pada kebersamaan Tujuh Pedang Awan Suci.

Saat matahari mulai tenggelam di ufuk barat, sebuah suara gemuruh tiba-tiba terdengar dari lembah di bawah puncak. Kabut tebal yang biasanya menyelimuti Pegunungan Seribu Awan berubah menjadi merah darah, dan aura pembunuh yang mengerikan menyebar ke seluruh sekte. Li Qing, Kakak Sulung, segera berdiri, tangannya mencengkeram gagang pedangnya.

"Semuanya, bersiap!" serunya dengan suara tegas. "Ada yang datang… dan mereka bukan tamu biasa."

Wei Chen menatap kakak-kakaknya dengan mata penuh kebingungan. "Kakak, apa yang terjadi?"

Zhao Yan, Kakak Kedua, menarik Wei Chen ke belakangnya, tombaknya terangkat. "Chenchen, tetap di belakang kami. Apa pun yang terjadi, jangan maju."

Di kejauhan, suara tawa dingin menggema, membawa angin yang berbau darah. "Sekte Puncak Awan Suci… hari ini, kalian akan belajar bahwa di dunia ini, hanya yang kuat yang berhak hidup!"