Langkah-langkah Kael bergema di sepanjang lorong marmer Istana Rubelion. Ia mengenakan jubah sobek yang belum sempat diganti sejak kembali dua malam lalu. Mata kirinya masih dibalut, dan pergelangan tangannya diperban ketat. Namun lebih dari luka fisik, wajahnya menyimpan bayangan kekalahan dan beban kebenaran.
Di hadapannya berdiri tiga anggota Dewan, berjubah hitam keemasan. Di balik mereka, di atas singgasana tinggi yang dibalut cahaya pagi, duduk Raja Eltharion Rubelion. Sorot matanya tajam namun tenang, seperti sedang menimbang sesuatu yang lebih besar dari laporan prajurit.
Kael berlutut. "Yang Mulia. Dewan yang terhormat. Aku datang membawa kebenaran dari lembah barat."
"Bangunlah, Kapten Kael," ujar Raja. "Bicaralah."
Kael menegakkan badan. "Tharn Braggur... gugur dalam pertempuran. Begitu pula... Rimosa, makhluk yang mengaku naga."
"Makhluk?" tanya salah satu anggota dewan, mengangkat alis. "Bukan manusia?"
"Dia berubah, Tuan. Tepat di depan kami. Sayap api, kulit sisik merah membara. Aku… aku tak bisa menjelaskan sepenuhnya. Tapi dia mati. Bersama Tharn."
"Dan pasukan?" tanya Raja pelan.
"Hancur. Beberapa mungkin melarikan diri. Tapi… hanya aku yang kembali."
---
Setelah laporan itu, ruangan istana menjadi dingin. Tak ada seruan marah. Hanya diam. Dan saat Raja bangkit dari singgasananya, langkahnya lambat, namun memiliki bobot dunia.
"Jadi kini kita tahu," ucapnya lirih, "bahwa naga belum punah. Dan mereka... mungkin hidup di antara kita."
Salah satu anggota Dewan, wanita tua bernama Lady Virellis, melangkah maju. "Mereka tak sekadar hidup. Mereka mungkin menyusup. Diam-diam. Menjadi bagian dari sistem. Dan ini berarti…"
"Ini berarti," potong Raja, "kita tak lagi sekadar menghadapi mitos. Kita menghadapi sejarah yang bangkit."
Kael menatap mereka. "Tapi aku mohon… jangan buru-buru menganggap semua yang menyerupai naga sebagai musuh. Aku melihat sesuatu… sebelum Rimosa berubah. Matanya. Ia tahu ini akan berakhir seperti ini. Ia memilih mati… agar yang lain bisa melarikan diri."
"Yang lain?" tanya Lady Virellis curiga. "Ada… yang tersisa?"
Kael ragu menjawab.
---
Sore itu, di taman dalam istana, Raja Eltharion berjalan sendiri. Ia menatap patung naga tua yang berdiri di antara bunga-bunga ungu—sisa dari legenda yang dulu mereka anggap sebagai dongeng.
"Vilma…" gumamnya. "Gadis itu ada dalam laporan. Tapi tak disebutkan secara rinci…"
Ia menoleh saat suara langkah mendekat.
"Apakah kau ingin kami mengirim pemburu?" tanya Lady Virellis yang kini berdiri di belakangnya.
"Tidak," jawab Raja. "Belum. Kita harus tahu lebih banyak. Jika naga masih hidup… maka kita punya alasan untuk berhati-hati. Tapi juga… alasan untuk berpikir ulang tentang siapa yang benar-benar menjadi ancaman."
Lady Virellis terdiam, tapi tatapannya menyimpan kekhawatiran.
Di tempat lain dalam istana, arsip kuno mulai dibuka kembali, nama-nama yang dilupakan mulai dibacakan, dan proyek rahasia Dewan kembali aktif.
Karena meski pertempuran telah berakhir di lembah itu, perang yang sebenarnya baru saja dimulai.