Kabut menggantung seperti tirai lelah di atas tanah asing. Di barat perbatasan Kerajaan Rubelion, jalanan yang pernah dijaga kini terbengkalai, hanya menyisakan reruntuhan gerbang kayu dan patung penjaga yang lapuk dimakan waktu.
Party Velhira yang tersisa bergerak dalam diam. Wajah mereka masih menyimpan luka—beberapa fisik, sebagian besar emosional. Kematian pemimpin mereka, kehancuran moral, dan kebisuan dunia terhadap mereka, membekas dalam setiap langkah.
Vilma berjalan berdampingan dengan Kilyuna, yang kini lebih sering menatap langit daripada berbicara. Tapi hari itu, dia yang memulai.
"Kau masih ingin bertahan?" tanya Kilyuna lirih.
"Aku ingin tahu siapa aku," jawab Vilma, menatap kabut. "Dan aku rasa… jawabannya bukan ada di dalam kerajaan."
Kilyuna hanya mengangguk. Untuk pertama kalinya, ia tampak seperti orang yang siap menghadapi masa depan—meski tak tahu bentuknya.
---
Perjalanan mereka membawa mereka ke sekitar Lembah Berlumpur, tempat yang dikenal sebagai sarang goblin. Mereka telah mendengar desas-desus tentang kebejatan makhluk ini—terkenal karena kebiasaannya menyerang pemukiman manusia dan menculik wanita untuk dijadikan tempat berkembang biak.
Ketika mereka memasuki wilayah itu, bau busuk memenuhi udara. Kiliunan mempercepat langkahnya. "Tidak ada yang baik di tempat ini," katanya.
"Dan tak ada yang baik tentang mereka," jawab Vilma, matanya menyipit.
Tiba-tiba, suara tangisan perempuan menggelayuti udara. Party Velhira berhenti. Dalam hening yang menekan, mereka bisa mendengar jeritan seorang wanita yang sedang diseret oleh beberapa goblin.
"Apakah kita harus ikut campur?" tanya Seviel dengan ragu. "Kita terlalu lemah untuk bertarung dengan goblin dalam jumlah banyak."
Vilma menatap ke arah suara itu, pikirannya kacau. "Mereka… tidak bisa dibiarkan begitu saja."
Kilyuna menarik napas panjang, tatapannya keras. "Kita tidak bisa membiarkan mereka terus melakukan ini. Walaupun risiko tinggi."
---
Mereka mendekat perlahan, menyelinap melalui semak-semak hingga mereka melihatnya. Sekelompok goblin sedang menyeret seorang wanita muda, wajahnya pucat dan penuh ketakutan. Beberapa goblin lainnya tampak berjaga-jaga di sekitar kamp yang kotor, dengan tanduk dan alat berburu yang terbuat dari tulang.
"Sepertinya mereka ingin mengubahnya menjadi… tempat berkembang biak," bisik Seviel, wajahnya menunjukkan rasa jijik.
Vilma menggenggam erat pedangnya. "Kita tidak bisa membiarkan ini terjadi."
Dengan gerakan cepat, Kilyuna melompat ke depan, mengayunkan pedangnya dengan presisi yang memotong dua goblin sekaligus. Kecepatan dan kekuatan matanya, Pertahanan Dimensi, membuat lawannya terkejut. Namun, jumlah mereka jauh lebih banyak.
"Berhati-hatilah!" teriak Seviel, mengaktifkan sihir pelindung. Api menyebar ke tanah, menciptakan dinding yang menghalangi serangan goblin yang lebih banyak.
Vilma berlari maju, dan dengan sekejap, dia mengeluarkan energi dari dalam dirinya. Mata kuningnya bersinar, memancarkan gelombang kekuatan yang membuat sekelompok goblin terhempas mundur.
Wanita muda yang diselamatkan terengah-engah, dengan napas terputus-putus. "Mereka… mereka… selalu seperti ini," ucapnya dengan suara gemetar.
"Tenang," kata Kilyuna. "Kamu aman sekarang."
Vilma menatap wanita itu, matanya berkaca-kaca. "Kau bisa pergi ke tempat yang aman. Kami akan mengawal."
---
Namun, sebelum mereka bisa mengarahkan wanita itu pergi, sekelompok goblin lainnya tiba, lebih banyak dari sebelumnya. Mereka datang dengan kebrutalan dan suara teriakan mengerikan. Perangkap telah dipasang untuk menghalangi mereka, dan rasanya seolah-olah mereka dipermainkan oleh goblin yang tahu cara menyerang dari berbagai arah.
Namun kali ini, mereka tidak mundur. Vilma melangkah lebih maju, penuh tekad. Kilyuna di sampingnya, matanya kini lebih tegas, bersinar dengan kekuatan baru yang tak lagi ragu. Di saat-saat seperti ini, mereka bertarung bukan hanya untuk bertahan, tetapi untuk mengubah keadaan dunia yang mengerikan ini.
Ketika pertempuran berakhir, mereka berdiri di antara reruntuhan dan tubuh goblin yang tergeletak di tanah. Wanita itu selamat, namun wajahnya menunjukkan kelelahan yang dalam.
"Terima kasih," ucapnya dengan lirih. "Kalian… menyelamatkan hidupku."
"Ini belum berakhir," kata Vilma, matanya tajam. "Kita masih harus berhati-hati."
---
Setelah kejadian itu, mereka melanjutkan perjalanan, dengan keteguhan hati yang baru. Di luar Kerajaan Rubelion, mereka menghadapi dunia yang lebih keras. Tapi dalam pertemuan ini, Vilma mulai merasakan kekuatan sejati dalam dirinya. Tidak hanya sebagai seorang petualang, tetapi sebagai seseorang yang bisa memberi perubahan.
---
Keesokan harinya, mereka memasuki Hutan Finrena, tempat para elf menyembunyikan rahasia dan sihir roh bernaung di setiap bayangan. Keberanian mereka diuji, dan meskipun mereka telah berhasil mengalahkan beberapa goblin, mereka tahu perjalanan ke depan tidak akan lebih mudah.
Di luar kerajaan, dunia sesungguhnya baru saja dimulai.
---