Cherreads

Chapter 4 - Gunung Angket dan Rahasia Tersembunyi

Kabut tebal menyelimuti puncak Gunung Angket, menyerap cahaya matahari pagi yang mencoba menembus langit kelabu. Di balik keheningan gunung yang agung ini, sebuah kastil berdiri kokoh, tersembunyi dari mata dunia. Formasi pelindung tingkat tinggi mengelilinginya, menjaga ruang dan waktu di dalam kastil agar tetap terisolasi dari dunia luar.

Edwin berdiri di tepi tebing yang curam, memandang cakrawala yang jauh. Angin gunung meniup rambut panjangnya yang terurai bebas. Kini, dia bukan lagi pangeran istana, tapi seorang kultivator pengembara yang mencari kedamaian dalam kesunyian dan kekuatan dalam ketenangan.

Sudah dua bulan berlalu sejak dia meninggalkan Istana Aurathar. Kehidupan di gunung begitu berbeda. Tidak ada pelayan yang mengganggu, tidak ada pejabat yang memohon restu, dan yang terpenting, tidak ada politik. Di sinilah dia merasa bebas.

Namun, hidup dalam pengasingan bukan berarti tanpa rintangan.

Di dalam gua yang dalam di bawah kastil, Edwin duduk bersila. Lingkaran batu spirit dan formasi penyerap qi berpendar lembut di sekelilingnya. Dia mempelajari teknik warisan dari leluhur kekaisaran: "Jiwa Empat Langit", sebuah jalur kultivasi kuno yang tak lagi diajarkan di istana karena tingkat bahayanya yang tinggi.

Jurus ini membagi jiwa menjadi empat aspek—Bayangan, Api, Angin, dan Petir—yang harus dikendalikan secara bersamaan. Jika satu saja lepas kendali, jiwanya bisa hancur.

"Langkah pertama: Menyatu dengan Bayangan," gumam Edwin.

Tubuhnya menghilang dari pandangan, seolah lenyap ditelan kegelapan. Bayangan di sekitar mulai menyatu, membentuk sosoknya kembali, namun dengan mata berwarna ungu gelap yang menyala.

"Langkah kedua: Jiwa Api."

Saat ia mengembuskan napas, semburan api hitam menyelimuti tubuhnya. Panasnya bukan membakar, melainkan menyerap segala aura negatif, membersihkan tubuh dan pikirannya dari gangguan duniawi.

Sebuah ledakan tiba-tiba mengguncang gunung.

Edwin membuka matanya, formasinya terputus. Dia melompat keluar dari gua, hanya untuk melihat langit di atasnya berubah kelam. Petir menggelegar, dan dari awan hitam turun sesosok makhluk buas bersayap enam, matanya merah menyala.

"Azure Garunth."

Makhluk spiritual dari legenda yang hanya muncul saat energi dunia terganggu oleh kekuatan luar biasa.

"Tidak mungkin…" gumam Edwin. "Siapa yang berani membuka Celah Dimensi di gunung ini?"

Dengan sigap, dia mengaktifkan formasi pelindung kastil. Dinding energi emas membungkus area kediamannya, namun Garunth itu tidak tertarik dengan kastil. Ia turun ke sisi timur gunung, tempat di mana batu giok kuno tertanam dalam dinding karang. Batu giok itu... adalah segel.

Edwin segera meluncur turun dengan teknik "Langkah Bayangan" miliknya. Dalam sekejap dia sudah berdiri tepat di depan Garunth. Nafas makhluk itu membuat tanah retak, dan aura spiritualnya menekan segala yang ada di sekitarnya.

"Makhluk ini tidak mungkin datang sendiri. Ada yang memanggilnya," pikir Edwin.

Dari balik kabut muncul sosok berjubah hitam. Wajahnya tertutup, namun aura yang menyertainya mengguncang langit.

"Pangeran Kedua, ternyata benar kata mereka. Kau menyimpan rahasia keluarga kerajaan di gunung ini."

Edwin menatap tajam. "Siapa kau?"

"Aku adalah perwakilan dari Faksi Langit Retak. Kami tidak lagi menyembah Kekaisaran Aurathar. Kami datang untuk mengambil warisan yang seharusnya menjadi milik dunia."

Langit Retak—salah satu faksi yang dilarang oleh kekaisaran karena menggunakan teknik kultivasi terlarang yang memanipulasi waktu dan jiwa.

"Kau pikir aku akan membiarkanmu menyentuh segel ini?" Edwin mengangkat tangannya. Empat segel muncul di sekeliling tubuhnya, membentuk formasi kompleks.

"Formasi Jiwa Empat Langit: Penindas Dimensi!"

Dalam sekejap, langit terbelah. Empat elemen dari jurusnya muncul bersamaan: Bayangan membungkus, Api membakar jiwa musuh, Angin melukai dari seribu arah, dan Petir menyambar dengan kekuatan penghancur.

Pertempuran hebat terjadi. Tanah hancur, pepohonan terbakar, dan gunung bergemuruh. Garunth mengamuk, melepaskan serangan balasan kepada siapa pun yang ada di dekatnya.

Namun Edwin telah mempersiapkan semuanya. Dengan kontrol penuh terhadap empat aspek jiwa, dia menembus pertahanan Garunth dan lawannya sekaligus.

 

Sosok berjubah hitam terpental jauh, tubuhnya berlumuran darah hitam. "Ini belum berakhir… kami akan kembali…"

Dengan mantra terakhir, dia menghilang ke dalam kegelapan. Garunth mengeluarkan raungan keras sebelum berubah menjadi kabut spiritual dan menghilang, meninggalkan segel yang berpendar lemah.

Edwin berdiri di antara puing-puing. Nafasnya berat. Namun matanya menatap jauh ke arah horizon. Dia tahu, pengasingannya tidak akan berlangsung lama. Dunia mulai bergerak.

Satu minggu kemudian, di Istana Aurathar…

Kaisar Regalus duduk termenung di singgasana. Burung pesan langit dari Gunung Angket baru saja tiba.

"Serangan dari Langit Retak… mereka mengincar Segel Jiwa Tertua…" gumamnya.

Arga berdiri di sampingnya. "Ayah, apa kita harus mengirim pasukan ke gunung?"

Kaisar menggeleng. "Tidak. Edwin… dia harus menghadapi ini sendiri. Dia telah memilih jalannya."

Namun dalam hati, dia tahu. Dunia Arkos sedang bergerak menuju badai besar. Faksi-faksi lama mulai menunjukkan diri, dan kekuatan-kekuatan kuno mulai terbangun dari tidurnya.

Di tempat lain, di Benua Azur, seorang wanita berjubah biru menatap langit.

"Edwin… akhirnya kau mulai menggerakkan nasibmu."

More Chapters