Cherreads

Chapter 5 - Jejak di Gunung Angket

Kabut tipis menyelimuti kaki Gunung Angket saat Edwin tiba di puncaknya. Angin berhembus membawa aroma pinus liar dan dedaunan basah. Gunung itu tidak hanya sunyi, tapi juga memiliki aura magis yang membuat waktu seakan melambat. Dengan satu hentakan kaki, Edwin mengaktifkan formasi pertahanan yang telah ia persiapkan jauh-jauh hari. Pilar-pilar batu kuno muncul dari tanah, mengeluarkan cahaya biru kehijauan yang menyatu membentuk kubah pelindung tak kasat mata.

Tempat ini bukan sekadar tempat pengasingan—Gunung Angket adalah pusat energi spiritual tersembunyi yang terhubung langsung dengan Sumber Aether Tertua di benua Aurathar. Tak banyak orang tahu, tetapi Edwin telah lama menemukan bahwa inti kekuatan spiritual dunia Arkos mengalir di bawah gunung ini.

Edwin melepaskan jubah hitam kebangsawanannya, menggantinya dengan pakaian linen sederhana berwarna kelabu, lalu duduk bersila di atas batu pipih. Ia menutup mata dan mulai bermeditasi, menyelaraskan napas dengan denyut alam. Suara dedaunan bergesekan, gemerisik air dari air terjun kecil di dekatnya, dan bisikan angin seakan bersatu dalam harmoni.

Namun kedamaian itu tak berlangsung lama.

Dari kejauhan, seekor Rukshara, makhluk spiritual berbentuk harimau bersayap dengan mata merah menyala, memperhatikan Edwin. Makhluk ini adalah penjaga alami Gunung Angket, dan hanya mengizinkan mereka yang dianggap "layak" untuk tinggal di wilayah ini.

Edwin membuka matanya perlahan, menyadari kehadiran Rukshara. Alih-alih menunjukkan rasa takut, ia tersenyum. "Aku tahu kau mengawasiku sejak tadi," ucapnya pelan, seakan berbicara pada angin.

Rukshara mengaum rendah. Dentuman suara gaungnya mengguncang pohon-pohon di sekitarnya. Edwin berdiri dan berjalan menghampirinya, lalu menunduk hormat. "Aku datang bukan untuk merusak kedamaian tempat ini, melainkan untuk belajar dan memperkuat diri agar dapat melindungi keluargaku dan kekaisaran."

Tatapan sang makhluk tajam, namun tidak menyerang. Sebaliknya, ia menundukkan kepala perlahan sebagai bentuk penerimaan. Dalam tradisi kuno Arkos, saat seekor Rukshara mengakui keberadaan seseorang, itu berarti alam pun mengakui keberadaan orang itu.

Jejak Pelatihan Baru

Hari-hari Edwin di Gunung Angket diisi dengan latihan teknik-teknik kuno yang bahkan sudah dilupakan oleh sebagian besar sekte di Arkos. Ia menggali kembali Jurus Angin Abadi, teknik warisan klan ibunya yang hanya bisa digunakan oleh mereka yang bisa menyatu dengan elemen angin. Selain itu, ia memperdalam Formasi Lima Pilar Waktu, teknik ilusi dan waktu yang sanggup melipat realitas di sekitarnya.

Namun yang paling sulit adalah mempelajari Jantung Kehampaan, teknik meditatif tingkat tinggi yang memungkinkan kultivator untuk melampaui batas tubuh fisik dan mulai menjelajahi Dimensi Dalam, tempat asal jiwa dan esensi sejati para kultivator.

Berbulan-bulan berlalu dalam diam. Tubuh Edwin mulai memancarkan aura berbeda. Ia tak lagi seperti pangeran yang dikenal di ibu kota—kini tubuhnya bagaikan samudra yang tenang namun dalam, menyimpan badai kekuatan yang belum terlihat.

Bayangan dari Selatan

Suatu malam saat bulan purnama tergantung tinggi, Edwin melihat formasi pertahanan luarannya bergetar. Seseorang mencoba menerobos masuk. Ia berdiri dengan sigap, lalu menekan jari telunjuknya ke udara. Sebuah lambang berbentuk segitiga muncul di depan dadanya dan menciptakan celah kecil di formasi.

Dari celah itu, muncullah seorang wanita berambut putih keperakan dengan jubah hitam berpinggiran merah. Aura yang membungkus tubuhnya menyatu dengan bayangan malam. "Kau benar-benar menghilang, Edwin," ucap wanita itu dengan suara pelan tapi tajam.

"Lysara…" Edwin menyipitkan mata. Wanita ini adalah mantan anggota faksi bayangan dari Kekaisaran Utara, sekaligus informan pribadi Edwin semasa ia menyelidiki gerakan bawah tanah di tiga benua.

"Ada kabar buruk," kata Lysara tanpa basa-basi. "Faksi Zirnath, sekte sesat dari Benua Azareth, telah bergerak. Mereka merekrut makhluk spiritual gelap dan menyusup ke beberapa wilayah kekaisaran."

Edwin mengepalkan tinjunya. "Berani sekali mereka... Apakah keluarga dan ibukota dalam bahaya?"

"Belum, tapi mereka bergerak cepat. Mereka menculik anak-anak muda dengan potensi tinggi dari berbagai wilayah dan menggunakannya sebagai bahan eksperimen."

Edwin menatap langit malam, awan kelabu menutupi sebagian bulan. Hatinya bergetar.

"Aku tak bisa diam di sini terlalu lama."

"Kalau begitu, buktikan bahwa pengasinganmu bukan pelarian, tapi persiapan," ujar Lysara, lalu menghilang dalam bayangan seperti ia datang.

Janji yang Diteguhkan

Malam itu, Edwin kembali duduk di atas batu, tapi kali ini bukan untuk bermeditasi. Di hadapannya tergelar gulungan teknik kuno dan peta energi spiritual seluruh Arkos. Ia tahu waktunya di gunung tidak akan selamanya. Dunia di luar mulai bergerak, dan bahaya yang lebih besar akan datang.

Ia menuliskan sebuah surat pada ayahnya, menyerahkan perintah kepada pelayan dan pasukannya untuk tetap tenang, sambil menyiapkan kekuatan secara diam-diam. Lalu ia berdiri dan menatap ke arah timur, tempat matahari akan terbit.

"Waktuku untuk diam telah selesai. Jika dunia memilih kacau, maka aku akan menjadi badai yang menyeimbangkannya kembali."

More Chapters