Pagi itu di SMA Kurogane terasa lebih cerah dari biasanya. Suara lonceng sekolah baru saja berbunyi, dan suasana di dalam kelas 2-A begitu hidup. Mizuki terlihat sedang bercerita dengan penuh semangat kepada Kaori dan Althea tentang kejadian "heroik" kemarin, saat Reivan menyelamatkannya dari insiden pisau yang hampir saja membuatnya terluka.
"Aku masih nggak percaya… dia bergerak secepat itu," ujar Mizuki dengan pipi yang kembali memerah.
Kaori hanya menyilangkan tangan dan berpura-pura tidak tertarik, tapi pandangannya terus mencuri-curi lihat ke arah Reivan yang sedang membaca buku di pojokan. Althea pun menyeringai kecil melihat tingkah dua temannya yang perlahan mulai terang-terangan tertarik pada Reivan.
Sementara itu, Kori duduk di belakang Reivan, sibuk mencatat sesuatu di bukunya—bukan catatan pelajaran, melainkan analisis tentang pergerakan guru mereka, Tatsuki. Ia makin curiga. Beberapa insiden kecil yang tampak "kebetulan" mulai terlalu sering terjadi di sekitar Reivan.
Namun, suasana santai itu terganggu oleh Kiro.
"Hei, Reivan," panggil Kiro sambil duduk di sebelahnya. "Lo tuh sebenernya siapa, sih? Kok tiap hari kayak punya gaya keren sendiri. Kemarin lo nyelamatin Mizuki, sekarang semua cewek kayaknya liatin lo."
Reivan hanya tersenyum tipis. "Cuma refleks aja."
"Refleks lo itu udah kayak ninja. Gila," ujar Kiro sambil terkekeh. "Gue nggak tahu kenapa, tapi... makin hari, gue makin ngerasa lo bukan orang biasa."
Reivan hanya melirik sekilas, lalu kembali membaca. Tapi Kiro tak berhenti mengamati.
---
Malamnya...
Angin malam berhembus lembut di atas atap gedung SMA Kurogane. Di tengah gelapnya langit, sosok berpakaian serba hitam dengan topeng berlogo siluet burung hantu berdiri dengan tenang. Dialah Night Hunter—nama yang pernah mengguncang dunia mata-mata.
Reivan melompat dari atap ke atap, matanya menyisir setiap sudut kota kecil itu. Ia memegang sebuah chip hasil curiannya malam kemarin—chip yang berhasil ia rebut dari salah satu mata-mata bayaran yang menyamar menjadi petugas kebersihan sekolah. Isinya? Sebagian koordinat dan kode sandi yang mengarah pada "Echo Chamber", salah satu markas kecil milik organisasi Specter Eidolon.
Dengan alat pemindai sederhana yang ia rakit sendiri dari komponen seadanya, Reivan mulai melacak sinyal tersembunyi yang tersebar di kota. Dalam hitungan menit, ia menemukan satu gedung tua tak berpenghuni—sebuah panti asuhan terbengkalai—yang mengeluarkan frekuensi gelombang tak lazim.
"...Sinyal aktif. Di sinilah mereka," bisiknya.
Namun saat ia mendekat, lima bayangan muncul di sekelilingnya. Lima sosok bertopeng dengan gerakan profesional: para pemburu bayaran elit. Reivan dikepung.
"Target dikonfirmasi. Eksekusi dalam 3 detik," ujar salah satu dari mereka.
Tapi Reivan hanya menyeringai kecil di balik topengnya.
Dalam sekejap, ia mengeluarkan dua batang logam kecil dan melemparkannya ke tanah. Sebuah kilatan cahaya dan suara dengung sonik menyilaukan mereka, membuat lawannya limbung sejenak. Dalam hitungan detik, ia bergerak laksana bayangan, memukul satu per satu dengan teknik senyap—memanfaatkan tali, kawat baja tipis, dan bahkan pecahan kaca dari atap yang hancur.
Satu per satu, mereka tumbang. Tak satu pun bisa menyentuh Reivan.
"Masih terlalu mudah," gumamnya pelan.
Di balik topengnya, mata Reivan menyala tajam.
Namun ia tahu, ini baru permulaan.
---
Keesokan harinya...
Semua tampak seperti biasa. Mizuki menyapa Reivan dengan wajah ceria, Althea menyelutuk nakal, Kaori memperhatikannya diam-diam, dan Kori… dia hanya duduk dengan ekspresi datar, namun pikirannya berkecamuk.
Sementara Kiro makin penasaran dengan siapa sebenarnya Reivan.
Dan di balik itu semua—Specter Eidolon kini menyadari bahwa Night Hunter… sudah bergerak.
---
Pagi hari di SMA Kurogane kembali dipenuhi canda, tawa, dan rutinitas yang tampak biasa saja.
Reivan duduk di pojok dekat jendela, membaca buku sains tingkat universitas, seolah lembar demi lembar hanya sekadar pengisi waktu. Di sekitarnya, teman-temannya sudah terbiasa dengan sikapnya yang dingin namun misterius. Meski begitu, satu hal tak pernah berubah—tatapan mata mereka yang diam-diam mencari perhatian Reivan.
Kaori, dengan tatapan lembut yang terkadang mencuri pandang, duduk tidak jauh darinya. Ia anak jenius dalam bidang observasi, namun masih belum menyadari siapa Reivan sebenarnya.
Mizuki, si gadis ceria dan menggoda, beberapa kali mencoba memancing reaksi dari Reivan, tapi malah dia yang sering dibuat jantungnya berdetak cepat.
Althea, anak ketua OSIS yang perfeksionis, merasa tertantang dengan keberadaan Reivan.
Kori, satu-satunya orang di sekolah yang tahu identitas asli Reivan, sahabat yang bersikap santai namun punya kecerdasan tersembunyi.
Dan Kiro, si pengamat diam-diam yang mulai curiga, kagum, dan penasaran pada sisi lain Reivan.
Di sela canda dan gurauan khas SMA, tak seorang pun sadar bahwa remaja yang duduk di bangku belakang itu adalah legenda yang sedang diburu oleh organisasi-organisasi bawah tanah dunia.
---
Malam hari.
Di sebuah gang gelap yang tampak tak berpenghuni, Reivan membuka pintu tersembunyi di balik dinding bata tua. Sidik jarinya memindai, mata identifikasi bekerja cepat, dan sistem keamanan tak menyangka bahwa "Night Hunter" telah kembali.
Lorong panjang itu kini dipenuhi agen-agen muda, sebagian besar arogan dan tak tahu diri. Mereka melihat Reivan dengan pandangan meremehkan—hanya seorang remaja kurus berambut sedikit acak, wajah datar dan tenang.
Tapi ketika mereka melihat Direktur Enzo Kallmer berdiri di ujung lorong dan membuka mulut, semuanya berubah.
"Selamat malam, Night Hun—"
"Kenapa memanggilku?" sahut Reivan tanpa memberi celah bicara.
Suasana langsung hening. Para agen baru itu terperangah. Bahkan menyebut julukan "Night Hunter" saja adalah hal sakral. Tapi dia... dia menyela sang direktur tanpa rasa takut.
Enzo hanya tersenyum tipis, memberi isyarat agar Reivan mengikutinya masuk ke ruangan pusat. Di dalam sana, duduk seorang pria paruh baya dengan sorot mata tajam, tubuh tegap, dan aura pemimpin kuat.
"Selamat datang kembali, Reivan," ucap pria itu.
"Ayah," jawab Reivan singkat. Bukan ayah kandung—tapi Viktor Drazel, ayah angkat sekaligus ketua utama organisasi mata-mata dunia bawah tanah.
"Aku tidak akan bertele-tele," lanjut Viktor. "Aveline… putriku. Dia diculik oleh organisasi bernama Black Mantis. Kami yakin mereka hanya cabang dari Specter Eidolon. Tapi bahkan begitu, tidak ada satu agen pun yang bisa menyusup ke markas mereka."
Reivan diam sejenak. "Koordinat?"
Viktor melempar tablet ke arahnya. "Di dalam markas mereka ada lusinan perangkap, kode sandi level S, dan penjaga dengan sensor neuro-psikis. Tapi... aku yakin hanya kau yang bisa masuk."
Reivan hanya mengangguk. Tanpa sepatah pun kata.
---
Satu jam kemudian.
Di tengah malam sunyi, siluet Reivan meluncur dari atap ke atap, hingga tiba di kompleks tua yang tak terlihat mencurigakan dari luar. Tapi sensor yang dipasang di dindingnya adalah tipe militer.
Reivan bergerak seperti bayangan. Dalam hitungan detik, dia menjinakkan perangkap laser, memecahkan sandi enam lapis dengan kombinasi acak yang bahkan AI terbaru pun butuh waktu sehari untuk membukanya.
Para agen elite yang diam-diam mengawasi aksinya dari pusat kontrol hanya bisa tertegun.
"Dia… bukan manusia," bisik salah satu dari mereka.
Viktor hanya tersenyum kecil di balik kursinya.
"Itulah Night Hunter."
Di dalam, Reivan menyusup ke ruangan penyimpanan utama, memanfaatkan peralatan seadanya: kawat tipis, pena laser, dan satu chip rusak yang ia modifikasi menjadi EMP mini. Semua sistem mati dalam waktu 2,3 detik.
Dan di sanalah ia menemukan Aveline—tertidur di dalam tabung pengaman. Tapi sebelum alarm menyala, Reivan sudah berada di sisi tabung dan menyuntikkan cairan penetral. Dalam waktu singkat, Aveline sadar dan menatapnya.
"K-Kau siapa…?"
Reivan menatapnya dengan datar. "Utusan dari ayahmu."
Begitu dia membopong Aveline dan keluar, ledakan terkendali terjadi di tiga titik yang telah ia siapkan sebelumnya. Di pusat komando, semua agen elite berdiri dan bertepuk tangan—suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya.
---
Dan ketika fajar menyingsing…
Reivan kembali ke kelasnya di SMA Kurogane, duduk di bangku biasa, dengan ekspresi biasa, menyambut sapaan dari Kaori, Mizuki, Althea, Kori, dan Kiro seperti tak pernah terjadi apa-apa.
Padahal semalam... dia baru saja menyusup ke sarang organisasi kriminal kelas dunia dan menyelamatkan seorang putri yang jadi incaran banyak pihak.
Tapi itulah Night Hunter.
Diam, dingin, dan tak bisa dihentikan.
---