POV Pendeta
"Tuan seseorang menunggu anda diruang tamu" ucap seseorang dari balik pintu
"Tcih mengganggu aktivitasku saja" gumamnya pelan
"Baik aku akan segera kesana" sahutnya
"Baik, permisi"
"Tt-tuan?" Gugup seorang wanita
"Kita lanjutkan lain kali" ucapnya sembari beranjak dari ranjang
"Baiklah, saya izin tidur" jawabannya sembari menarik selimut
"Ya"
Pria itu segera memakai pakaiannya lalu keluar dari kamar seorang wanita. Ia pun bergegas pergi menuju ruang tamu.
~ceklak
Pintu ruangan terbuka menampakkan seorang pria yang sedang duduk manis sambil meminum teh.
"Kenapa kau kemari malam malam begini? Aku sedang sibuk" Ketusnya
"Oh, santailah pendeta mesum" sahut pria itu dengan tawa kecil
George Clowis, seorang pendeta yang mendirikan kembali biara katolik ini setelah insiden kebakaran.
Dalam perbaikannya ia dibantu oleh temannya yang merupakan salah satu dari pendiri distrik pasar gelap yaitu Andrew Garfeel.
"Lalu, untuk apa kau datang kemari malam malam begini?" Tanya George
"Aku hanya ingin memastikan bahwa semuanya sudah siap untuk besok malam" ucap Andrew
"Ya, semuanya sudah siap Kecuali... Seorang anak perempuan" jawab George
"Segera cari, jangan menunda lagi" tegasnya
"Baik baik"
Setelah diskusi cukup panjang akhirnya Andrew pergi dari biara itu.
____________________________________
"Selamat pagi nona" ucap Lilith membukakan jendela penginapan
"Pagi" singkatnya
"Silahkan sarapan anda"
"Hm, kita akan kembali ke biara itu" ucap Amaris sembari meminum teh
"Baik, oh ya ini ada titipan surat dari tuan Calvin"
Lilith menyodorkan surat pada Amaris
"Buang saja, aku mau membersihkan badanku" sahutnya kemudian beranjak dari kasur
"Baik"
Selesai dengan aktivitasnya Amaris kembali ke biara itu bersama Lilith, kali ini mereka masuk dengan mudah karena kemarin mereka sudah pernah kesini.
Mereka menyusuri setiap sudut biara untuk mencari ruangan sang pendeta.
"Kalian tau? Katanya pendeta akan memilih anak untuk paduan suara selanjutnya?"
"Ya, aku sangat menantikannya"
"Aku harap kali ini aku terpilih ehee"
"Tidak, aku yang pasti terpilih"
Amaris dan Lilith tak sengaja mendengar percakapan anak anak perempuan di taman biara, mereka berdua saling menatap seakan mengerti isi pikiran satu sama lain.
Mereka mendekati anak anak itu dan kemudian menanyakan tentang pemilihan paduan suara itu, setelah dirasa cukup mendapatkan informasi akhirnya mereka pun pergi ke aula utama dan mengikuti khotbah sang pendeta.
Sebisa mungkin Lilith menonjolkan kehadirannya dan akhirnya sesuai rencana sang pendeta mulai melirik kearahnya.
"Kamu, yang berambut pirang" tunjuk sang pendeta
"Saya?" Tanya Amaris pura pura polos
"Ya, naiklah ke atas panggung" perintahnya
"Bb-baik"
Amaris tersenyum licik dan kemudian naik ke atas panggung
"Kita sudah mendapatkan anak terpilih untuk paduan suara malam ini" terang pendeta
Semua orang yang berada disana bersorak dan bertepuk tangan, tidak sedikit anak anak yang cemburu juga.
Selesai melakukan khotbah harian, pendeta membawa Amaris ke ruangannya yang berada di lantai dua.
Amaris melihat sekeliling ruangan itu, tidak ada yang aneh sama sekali.
Pendeta menyuruh Amaris untuk tidak berdiri didepan pintu saja dan menyuruhnya masuk lebih dalam, Amaris yang menuruti perkataan pendeta kemudian mulai pusing dan penglihatannya mulai gelap.
"Ini?? Gas tidu-" gumamnya kemudian jatuh tersungkur ke lantai
"Hm, gadis ini memiliki pesona yang luar biasa meskipun dia masih anak-anak" ucap pendeta itu kemudian memangku Amaris ke ranjang
Malam pun tiba dan Amaris yang tertidur kemudian mulai membuka matanya secara perlahan, samar samar ia melihat sekelompok orang mengenakan jubah serba hitam mengelilingi dirinya yang tersalib di sebuah tiang kayu setinggi dua meter.
Setelah kesadarannya benar benar pulih, ia melihat ke bawah dan terlihat sebuah lambang octagram yang sangat besar.
Delapan orang berjubah hitam mengelilingi dirinya di setiap sudut lambang octagram dengan dia ditengah lambang itu.
Tak lama setelah itu muncul dua orang berjubah putih dan mulai duduk di kursi yang telah disediakan.
Perlahan mereka membuka penutup kepalanya dan menampakkan wajah yang Amaris kenal yaitu sang pendeta biara tersebut.
George selaku pendiri aliran sekte ini ditemani oleh Andrew yang membantunya membangun kembali biara yang telah dibakar.
"Lima menit lagi kita akan memulai ritualnya" ucap George lantang
Semuanya mulai mengangguk dan bersiap siap untuk ritual tersebut.
'Ritual? Ritual apa yang mereka maksud?' gumam Amaris dalam hati
Lima menit berlalu dan terlihat bulan purnama yang berada tepat ditengah langit, orang dengan jubah hitam itu mulai membacakan semacam mantra dan lambang octagram pun mulai bersinar.
Amaris mulai merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya yang semakin terasa berat dan lemas.
Mata Lilith yang berwarna kuning keemasan mulai berubah menjadi merah darah pekat, matanya bersinar dan semua yang menyaksikan perubahan pada mata Amaris terkejut dan bertanya tanya apa yang sebenarnya terjadi.
"Datanglah, Hekate Cruella De Vill Lilith! Ini perintah, bunuh mereka dan sisakan yang berjubah putih disana" teriak Amaris
Seketika Lilith muncul dihadapan Amaris
"Yes, my lady" senyumnya sembari menunduk
Ditengah kebingungan Lilith mulai melancarkan serangan pertamanya pada orang orang berjubah hitam yang mengelilingi Amaris.
"Apa yang kalian lihat? Serang wanita itu" panik George
Hanya dengan hitungan menit saja semua yang ada disana mati dan sesuai perintah Lilith hanya menyisakan dua orang berjubah putih.
"Jangan mendekat atau aku akan menembakmu" ucap George panik
"Oh, mainan seperti itu tidak akan mempan kepadaku" sombong Lilith
"Jangan bercanda, bagaimana mungkin manusia kebal peluru" teriaknya
~dorr
Satu tembakan berhasil mengenai kepala Lilith, darah bercucuran dan Lilith tersungkur.
"Lihat kau hanya menggertak hahaha" gemetar George
"Oii, sudah cukup main mainnya! Cepat selesaikan dan turunkan aku dari sini" teriak Amaris
"Apa yang kau bicarakan bocah? Pelayanmu sudah mati" ucap George
"Be-benar sekuat apapun pelayanmu tapi tidak mungkin dia bisa selamat setelah mendapatkan tembakan sedekat ini" sahut Andrew
" Tcih, sampai kapan kau akan bermain main pelayan sialan" kesal Amaris
"Hufttt..anda sangat tidak sabaran nona, setidaknya biarkan saya menikmati permainan ini" sahut Lilith kemudian bangun
"Berisik, cepat selesaikan dan turunkan aku dari sini! Tanganku mulai pegal" kesal Amaris
"Yes, my lady" patuh Lilith
"Tt-tidak mungkin" gemetar George
"Mustahil, jelas jelas peluru itu mengenai kepalamu" ucap Andrew
"Oh, maksud kalian ini?" Sahut Lilith memberikan pelurunya kepada mereka berdua
"Mo-monster" gemetar mereka berdua
"Tidak, saya hanyalah iblis pelayan" ucapnya sembari tersenyum
~plakk
George dan Andrew tersungkur dan jatuh pingsan, Lilith mulai mengikat mereka berdua dan segera bergegas melepaskan ikatan dan menurunkan amaris dari tiang salib itu.
"Lambat" kesal Amaris
"Maafkan saya" ucapnya sembari membungkuk
"Sudahlah, bawa mereka dan kita akan meninggalkan tempat ini" perintah Amaris
"Baik"
Mereka berdua pergi dari tempat ritual itu dan bergegas pergi meninggalkan pinggiran kota Aldmoor.
Sebelum meninggalkan kota Aldmoor, Amaris menyuruh Lilith membakar beberapa tempat di biara itu dan kemudian api pun mulai menyebar luas.
Semua biarawan dan biarawati termasuk anak anak berhamburan keluar dari biara itu untuk menyelamatkan nyawa mereka.
Kereta kuda telah siap dan merekapun meninggalkan kota tersebut dengan api yang menyala terang.
"Tidak ku sangka ternyata anda perhatian pada mereka" sindir Lilith
"Aku tidak peduli pada mereka, hanya saja aku tidak ingin aliran sesat yang menggunakan cara menjijikan itu semakin menyebar luas nantinya" terang Amaris melihat kobaran api yang terang
"Ohh" Lilith tersenyum tipis
Dan besoknya muncul berita di beberapa majalah tentang insiden kebakaran biara katolik di pinggiran kota Aldmoor terulang kembali, dan sang pendeta dinyatakan meninggal di insiden itu.