Cherreads

Chapter 16 - Chapter 16: Perjalanan Menuju Lembah Kematian

Pagi itu, udara di Puncak Awan Suci terasa lebih dingin dari biasanya, seolah alam ikut merasakan ketegangan yang menyelimuti sekte kecil itu. Wei Chen berdiri di depan gerbang utama, pedang kayunya terselip di ikat pinggangnya, matanya penuh tekad meski ada sedikit ketakutan yang tersembunyi. Di sampingnya, Li Qing dan Zhao Yan bersiap dengan senjata mereka—pedang perak Li Qing berkilau di bawah sinar matahari pagi, sementara tombak emas Zhao Yan bersandar di bahunya.

Feng Huo, Xiao Mei, Liang Shu, Gu Tao, dan Su Ling berdiri di belakang, wajah mereka penuh kekhawatiran tapi juga kebanggaan. Su Ling melangkah maju, tangannya memegang sebuah vial kecil berisi ramuan hijau. "Chenchen, ini ramuan penyembuh yang aku buat," katanya, suaranya lembut tapi penuh perhatian. "Gunakan kalau kau terluka. Dan… jaga dirimu baik-baik, ya?"

Wei Chen tersenyum, menerima vial itu dengan tangan gemetar. "Terima kasih, Kakak Ketujuh. Aku… aku akan berhati-hati," jawabnya, lalu memeluk Su Ling erat. Ia menoleh ke kakak-kakak lainnya, matanya berkaca-kaca. "Kakak-Kakak… aku akan kembali dengan selamat. Aku janji."

Xiao Mei membuka kipas besarnya, tersenyum lelet. "Kau harus kembali, Chenchen. Kami akan menunggumu di sini," katanya, suaranya penuh kehangatan.

Feng Huo, yang biasanya dingin, hanya mengangguk, tapi matanya penuh perhatian. "Jangan gegabah, Chenchen. Dengarkan Kakak Sulung dan Kakak Kedua," katanya, suaranya tegas tapi ada nada lembut di dalamnya.

Setelah berpamitan, Wei Chen, Li Qing, dan Zhao Yan berangkat menuju Lembah Kematian, meninggalkan Puncak Awan Suci di bawah perlindungan Nyonya Bing Xue dan kakak-kakak lainnya. Perjalanan mereka membawa mereka melewati hutan-hutan lebat dan tebing-tebing curam di Pegunungan Seribu Awan, dengan udara yang semakin dingin seiring mereka mendekati utara.

Di tengah perjalanan, saat mereka beristirahat di tepi sungai kecil, Zhao Yan tiba-tiba tertawa kecil, memecah keheningan. "Chenchen, ingat nggak dulu waktu kita pertama kali ke Lembah Kabut?" tanyanya, matanya penuh kenangan. "Kau takut setengah mati sama Serigala Kabut Raksasa, tapi tetap berani melawan demi Kakak Ketiga. Sekarang lihat… kau sudah jadi adik yang hebat."

Wei Chen tersenyum kecil, tapi ada rasa bersalah di hatinya. "Kakak Kedua… aku… aku masih takut, sebenarnya," akunya, suaranya pelan. "Lembah Kematian… Dunia Iblis… semua ini terasa terlalu besar untukku. Aku takut gagal… aku takut kehilangan kalian."

Li Qing, yang sedang mengasah pedangnya, menoleh dengan tatapan lembut. "Tak apa merasa takut, Chenchen," katanya, suaranya penuh kebijaksanaan. "Keberanian bukan berarti tak punya rasa takut—keberanian adalah melangkah maju meski kau takut. Dan kau sudah melakukannya berkali-kali. Aku bangga padamu."

Kata-kata Li Qing membawa kehangatan di hati Wei Chen, tapi sebelum ia bisa menjawab, sebuah suara gemuruh tiba-tiba terdengar dari arah hutan. Tanah di bawah kaki mereka bergetar, dan dari balik pepohonan, sekelompok binatang iblis berbentuk serigala raksasa dengan bulu hitam pekat dan mata merah menyala melompat keluar, menggeram penuh amarah.

"Serigala Bayangan!" seru Zhao Yan, tombak emasnya segera terhunus. "Mereka pasti dipengaruhi oleh aura jahat dari celah iblis!"

Li Qing melangkah ke depan, pedang peraknya berkilau. "Chenchen, bersiap! Ini akan jadi latihan yang bagus untukmu," katanya, lalu melesat ke depan, pedangnya menciptakan gelombang energi perak yang memotong salah satu serigala dengan presisi sempurna.

Zhao Yan mengikuti, tombaknya berputar cepat, menciptakan angin puyuh emas yang menghalau serigala-serigala itu. "Ayo, Chenchen! Tunjukkan apa yang sudah kau pelajari!" serunya, suaranya penuh semangat.

Wei Chen mengangguk, tangannya mencengkeram pedang kayu dengan erat. Ia mengalirkan qi-nya, menciptakan kilau putih bercampur merah samar. Dengan fokus penuh, ia melompat ke depan, pedangnya terayun dalam Tebasan Awan Murni. Gelombang energi kecil melesat, mengenai salah satu serigala dan membuatnya terpental, tapi serigala itu bangkit lagi, menggeram lebih keras.

"Masih kurang kuat, Chenchen!" teriak Li Qing, lalu melompat ke samping Wei Chen, pedangnya menghabisi serigala itu dalam sekejap. "Fokuskan qi-mu pada satu titik—jangan biarkan energinya menyebar!"

Wei Chen mengangguk, napasnya tersengal. Ia menutup mata sejenak, mencoba merasakan aliran qi di dalam tubuhnya. Bisikan dari Relik Darah Abadi terdengar lagi, penuh godaan. "Gunakan aku… lepaskan kekuatanku… kau bisa menghabisi mereka semua…" Tapi Wei Chen menggeleng, mengingat kata-kata Nyonya Bing Xue. "Aku tak akan menyerah pada godaanmu," gumamnya, lalu membuka mata, fokusnya kembali tajam.

Dengan teriakan penuh tekad, Wei Chen mengayunkan pedangnya lagi, kali ini dengan lebih presisi. Gelombang energi putih-merah melesat, lebih terfokus dari sebelumnya, dan langsung menghabisi dua serigala sekaligus. Li Qing dan Zhao Yan menatapnya dengan kagum, senyum bangga terukir di wajah mereka.

Setelah pertempuran selesai, mereka melanjutkan perjalanan, tapi suasana kini lebih tegang. Saat malam tiba, mereka tiba di tepi Lembah Kematian. Kabut hitam pekat menyelimuti lembah itu, dan aura jahat yang terasa di udara membuat bulu kuduk mereka berdiri. Di kejauhan, sebuah kuil tua berdiri di tengah lembah, dikelilingi oleh patung-patung batu yang tampak hidup.

Li Qing menatap kuil itu, tangannya mencengkeram pedang lebih erat. "Kita sampai," katanya, suaranya penuh kewaspadaan. "Bersiaplah… aku merasakan sesuatu yang sangat jahat di dalam sana."

Wei Chen menatap kuil itu, jantungnya berdegup kencang. Ia tahu bahwa perjalanan ini akan menguji hati murninya lebih jauh dari sebelumnya, tapi dengan kakak-kakaknya di sisinya, ia merasa siap menghadapi apa pun.

More Chapters