Kota Langit Perak dipenuhi gemuruh sorak sorai ribuan kultivator yang berkumpul di arena turnamen kultivasi. Arena besar itu berdiri megah di tengah kota, dikelilingi tribun batu yang penuh sesak. Bendera-bendera sekte berkibar di angin, menandakan kehadiran berbagai sekte besar dari seluruh Benua Langit Tak Bertepi—Sekte Pedang Langit, Sekte Bunga Salju, Sekte Api Abadi, dan bahkan Sekte Naga Darah yang jahat.
Wei Chen berdiri di pinggir arena bersama Li Qing, Zhao Yan, dan Su Ling, jubah biru mudanya berkibar lembut ditiup angin. Pedang kayunya terselip di pinggang, tapi matanya penuh kewaspadaan, berbeda dari sifat polosnya yang biasa. Setelah perjalanan penuh bahaya menuju Kota Langit Perak, ia mulai merasakan dunia kultivasi yang kejam, terutama setelah qi-nya yang liar nyaris melukai Su Ling di hutan.
"Chenchen, kau siap?" tanya Zhao Yan, tombak emasnya bersandar di bahu. Senyum ceria menghiasi wajahnya, tapi ada nada serius di suaranya. "Turnamen ini akan jadi pengalaman besar buatmu. Tapi hati-hati, banyak kultivator jahat di sini."
Wei Chen mengangguk, tangannya mencengkeram pedang kayu. "Aku siap, Kakak Kedua," jawabnya, suaranya tegas. Namun, di dalam hati, ia masih memikirkan luka di dahinya—simbol awan samar yang disebut Su Ling sebagai tanda masa lalunya. Pertanyaan tentang asal-usulnya terus menghantui, tapi ia mencoba fokus pada turnamen di depan.
Su Ling, yang berdiri di sampingnya, tersenyum lembut. "Jangan terlalu tegang, Chenchen. Kami akan selalu ada untukmu," katanya, suaranya penuh kehangatan. Vial racun kecil di pinggangnya berkilau samar di bawah sinar matahari.
Li Qing, dengan pedang peraknya siap di tangan, menatap arena dengan mata tajam. "Sekte Naga Darah pasti mengirim orang mereka," katanya, suaranya penuh kewaspadaan. "Kita harus waspada. Turnamen ini bukan cuma ajang adu kekuatan, tapi juga tempat untuk mencari informasi tentang Batu Penyegel Suci."
Tiba-tiba, sorak sorai penonton meledak saat seorang kultivator muda melangkah ke tengah arena. Ia mengenakan jubah merah darah, rambutnya panjang terurai, dan matanya menyala penuh kebencian. Auranya penuh kegelapan, seolah membawa bau darah dan kematian. Itu adalah Mo Feng, putra Mo Tian, pemimpin Sekte Naga Darah.
"Itu siapa?" tanya Su Ling, matanya menyipit. "Auranya… sangat jahat."
Li Qing mengerutkan kening, tangannya mencengkeram gagang pedang lebih erat. "Itu Mo Feng, putra Mo Tian," jawabnya, suaranya berat. "Hati-hati, Chenchen. Sekte Naga Darah pasti punya rencana buruk."
Mo Feng menatap Wei Chen dari kejauhan, senyum licik menghiasi wajahnya. Ia melangkah maju, pedangnya yang berwarna merah tua terhunus, lalu menunjuk Wei Chen dengan ujung pedangnya. "Anak kampung dari Puncak Awan Suci!" teriaknya, suaranya penuh hinaan, menggema di seluruh arena. "Kau berani ikut turnamen ini? Kau cuma beban bagi kakak-kakakmu!"
Sorak sorai penonton berubah jadi bisik-bisik, semua mata tertuju pada Wei Chen. Beberapa kultivator muda dari sekte lain tertawa kecil, meremehkan penampilan Wei Chen yang sederhana. Namun, Wei Chen tidak bergeming. Ia melangkah maju, pedang kayunya terhunus, matanya menyipit penuh tekad.
"Aku tidak peduli siapa kau," jawab Wei Chen, suaranya dingin dan tenang, berbeda dari sifat polosnya yang biasa. "Jika kau mengancam keluargaku, kau tidak akan hidup untuk melihat matahari terbit."
Penonton terdiam sejenak, lalu sorak sorai meledak lagi, excited melihat dua kultivator muda yang akan bertarung. Wasit turnamen, seorang kultivator tua dari Sekte Pedang Langit, mengangkat tangan. "Pertandingan babak pertama dimulai! Wei Chen dari Puncak Awan Suci melawan Mo Feng dari Sekte Naga Darah!"
Mo Feng langsung bergerak, pedangnya menciptakan gelombang energi merah yang ganas—Tebasan Naga Darah. Gelombang itu melesat ke arah Wei Chen, membawa aura kematian yang mengerikan. Wei Chen melompat ke samping, menghindari serangan itu dengan gesit, tapi gelombang itu nyaris mengenai Su Ling yang berdiri di pinggir arena.
"Chenchen!" teriak Su Ling, melompat ke samping untuk menghindar.
Wei Chen menoleh, matanya melebar melihat Su Ling nyaris terluka. Kemarahan mulai membakar hatinya, dan untuk pertama kalinya, ia merasakan dorongan yang berbeda—dorongan untuk menghabisi musuh di depannya. Ia mengingat kata-kata Zhao Yan di hutan: "Musuh yang dibiarkan hidup akan jadi ancaman di masa depan."
Dengan fokus, Wei Chen mengangkat pedang kayunya, qi-nya mulai bergetar. Ia melancarkan Tebasan Awan Murni, gelombang energi putih bercampur merah yang membelah udara dengan kecepatan tinggi. Namun, seperti di hutan sebelumnya, qi-nya tiba-tiba menjadi liar, dipicu oleh kemarahan di hatinya. Gelombang itu membesar, lebih ganas dari yang ia rencanakan, dan langsung menghantam Mo Feng.
Mo Feng tidak sempat menghindar. Gelombang energi itu merobek dadanya, darah muncrat ke mana-mana, dan tubuhnya terpental ke belakang, jatuh ke tanah dengan suara keras. Napasnya terputus, matanya terbuka lebar dalam keterkejutan, sebelum akhirnya terpejam selamanya.
Arena menjadi sunyi sejenak, penonton terdiam, shocked melihat Wei Chen yang tiba-tiba begitu ganas. Wei Chen berdiri di tengah arena, pedang kayunya meneteskan darah, napasnya tersengal-sengal. Ia menatap tubuh Mo Feng, tangannya gemetar, dan hatinya dipenuhi konflik.
"Aku… aku tidak ingin membunuhnya…" gumam Wei Chen, suaranya penuh penyesalan. Namun, di dalam hati, ia tahu—jika ia tidak membunuh Mo Feng, Mo Feng pasti akan kembali untuk mengancam kakak-kakaknya. Dunia kultivasi ini memang kejam, dan ia mulai menyadari bahwa kebaikan hatinya mungkin tidak selalu cukup.
Li Qing melangkah ke arahnya, tangannya memegang pundak Wei Chen dengan lembut. "Kau tidak salah, Chenchen," katanya, suaranya tegas tapi penuh perhatian. "Dunia ini kejam. Kadang, kau harus tegas demi melindungi yang kau sayang."
Zhao Yan dan Su Ling juga mendekat, wajah mereka penuh kekhawatiran tapi juga kebanggaan. "Kau sudah melakukan yang terbaik, Chenchen," kata Su Ling, suaranya lembut. "Kami bangga padamu."
Namun, di dalam kepala Wei Chen, bisikan Relik Darah Abadi kembali terdengar, lebih keras dari sebelumnya. "Bagus… bunuh lagi… kau akan jadi lebih kuat…" Wei Chen menggeleng, mencoba mengabaikan suara itu, tapi ia bisa merasakan kegelapan di dalam dirinya mulai tumbuh.
Di tribun penonton, seorang kultivator tua dengan jubah emas menatap Wei Chen dari kejauhan, matanya menyipit penuh minat. Rambutnya hitam panjang, auranya penuh wibawa, dan matanya berwarna emas menyala. Itu adalah Tian Long, kultivator legendaris dari Sekte Pedang Langit, yang mulai tertarik pada Wei Chen.
"Bocah itu… dia punya hati murni, tapi juga kegelapan di dalam dirinya," gumam Tian Long, suaranya penuh rasa ingin tahu. "Menarik… sangat menarik."
Di markas Sekte Naga Darah, Mo Tian menatap cermin kuno, wajahnya memerah penuh amarah saat melihat kematian putranya. "Bocah itu… dia akan membayar mahal untuk ini!" teriaknya, tangannya menghancurkan meja di depannya. Saudara Gu, yang berdiri di sampingnya, tersenyum dingin.
"Tenang, Saudara Mo," kata Saudara Gu, suaranya penuh rencana jahat. "Kematian Mo Feng adalah langkah pertama. Hati murni bocah itu mulai goyah… dan di Hutan Roh Kuno, kita akan pastikan dia jatuh ke dalam kegelapan sepenuhnya."
Di tengah sorak sorai penonton yang kembali bergemuruh, Wei Chen melangkah keluar dari arena, wajahnya penuh konflik. Kemenangan pertamanya di turnamen kultivasi telah diraih, tapi dengan harga yang pahit—ia mulai menyadari bahwa dunia ini tidak akan membiarkannya tetap naif.