Cherreads

Chapter 20 - Chapter 20: Bayang-Bayang Dunia yang Kejam

Langit di Pegunungan Seribu Awan berwarna jingga tua saat matahari terbenam, menciptakan siluet indah di antara puncak-puncak yang menjulang. Wei Chen, Li Qing, dan Zhao Yan akhirnya kembali ke Puncak Awan Suci setelah petualangan mencekam di Lembah Kematian. Tubuh mereka penuh luka dan lelah, tapi semangat mereka tetap membara, terutama Wei Chen, yang kini membawa petunjuk penting tentang Batu Penyegel Suci.

Gerbang kayu besar Puncak Awan Suci terbuka perlahan, dan di depannya, Feng Huo, Xiao Mei, Liang Shu, Gu Tao, dan Su Ling sudah menunggu dengan wajah penuh kekhawatiran. Begitu melihat Wei Chen, Su Ling berlari ke arahnya, matanya berkaca-kaca.

"Chenchen!" seru Su Ling, memeluk Wei Chen erat. "Kalian… kalian baik-baik saja, kan? Aku takut setengah mati!" Suaranya penuh kehangatan, tapi ada getar di dalamnya.

Wei Chen tersenyum lelet, memeluk Su Ling balik. "Aku baik-baik saja, Kakak Ketujuh. Kami… kami berhasil," jawabnya, suaranya penuh kelegaan. Ia menoleh ke kakak-kakak lainnya, matanya penuh kerinduan. "Aku kangen kalian."

Xiao Mei membuka kipas besarnya, tersenyum lembut. "Kami juga kangen kamu, Chenchen. Lihat, kau sudah jadi lebih kuat!" katanya, suaranya penuh kebanggaan.Feng Huo, yang biasanya dingin, melangkah mendekat dan mengangguk. "Kau melakukan tugasmu dengan baik, Chenchen. Tapi lihat lukamu… kau harus istirahat," katanya, suaranya tegas tapi ada nada lembut di dalamnya.Liang Shu dan Gu Tao juga memberikan senyuman kecil, wajah mereka penuh kelegaan.

Di belakang mereka, Nyonya Bing Xue dari Sekte Bunga Salju berdiri dengan kipas saljunya terbuka, auranya penuh wibawa. "Kalian telah kembali… dan sepertinya membawa kabar penting," katanya, suaranya dingin tapi penuh perhatian.

Setelah membersihkan diri dan merawat luka mereka, semua berkumpul di aula utama Puncak Awan Suci. Cahaya bulan menyelinap melalui jendela kayu, menerangi ruangan yang sederhana namun hangat. Di tengah meja besar, Li Qing meletakkan gulungan kuno dari Lembah Kematian, lalu menjelaskan dengan suara tegas."

Gulungan ini menyebutkan bahwa Dunia Iblis disegel oleh tiga Batu Penyegel Suci," katanya, matanya menyipit saat membaca tulisan kuno. "Segel itu melemah karena Relik Darah Abadi diaktifkan oleh Chenchen. Untuk menutup celah-celah itu secara permanen, kita harus menemukan ketiga batu itu. Batu pertama ada di Hutan Roh Kuno, di timur Benua Langit Tak Bertepi."

Nyonya Bing Xue mengerutkan kening, kipasnya bergerak perlahan. "Hutan Roh Kuno… tempat itu tak kalah berbahaya dari Lembah Kematian," katanya, suaranya penuh kewaspadaan. "Hutan itu dihuni oleh roh-roh kuno dan binatang iblis yang sangat kuat. Kalian harus lebih siap dari sebelumnya." Ia menatap Wei Chen, matanya penuh perhatian. "Dan kau, Wei Chen… kau baru mencapai Pemurnian Jiwa Tingkat 1, berkat relik. Untuk melawan ancaman Dunia Iblis, kau harus mencapai setidaknya Pemurnian Langit. Kau harus berlatih lebih keras."

Wei Chen menunduk, tangannya mencengkeram pedang kayu. "Pemurnian Jiwa… Pemurnian Langit…" gumamnya, mencoba memahami. "Aku… aku akan berlatih lebih keras, Nyonya," katanya, suaranya penuh tekad. "Aku tak mau celah-celah itu terus terbuka… aku tak mau dunia ini jatuh ke dalam kegelapan."

Zhao Yan tersenyum kecil, tombak emasnya bersandar di bahunya. "Kalau Lembah Kematian saja bisa kita lewati, Hutan Roh Kuno pasti juga bisa, kan? Apalagi sekarang Chenchen sudah lebih kuat," katanya, suaranya penuh semangat.

Nyonya Bing Xue mengangguk, tapi matanya penuh kewaspadaan. "Kau punya hati yang murni, Wei Chen. Itu adalah kekuatan terbesarmu. Tapi ingat, perjalanan ini akan menguji hati murnimu lebih jauh. Jangan biarkan godaan iblis batin dari relik menguasai."

Setelah rapat selesai, Wei Chen berjalan keluar aula, menuju tepi tebing yang menghadap ke lembah di bawah Puncak Awan Suci. Malam itu cerah, dan bintang-bintang berkilauan di langit. Di sekitar tebing, Bunga Awan Bercahaya mulai mekar, memancarkan cahaya lembut yang menyala dalam kegelapan. Wei Chen terpesona, matanya mengikuti cahaya itu.

Su Ling, yang mengikuti dari belakang, tersenyum kecil. "Indah, bukan?" katanya, berdiri di samping Wei Chen. "Bunga-bunga ini hidup dari qi… mereka hanya mekar di malam hari. Tapi hati-hati, Chenchen, mereka bisa berbahaya kalau disentuh sembarangan."

Wei Chen mengangguk, tapi tiba-tiba, salah satu bunga itu memancarkan qi liar, menciptakan ledakan kecil yang melesat ke arahnya. Dengan refleks, Wei Chen mengayunkan pedang kayunya, menciptakan kilau putih-merah samar yang menghalau qi itu. Bunga itu kembali tenang, tapi Wei Chen terengah-engah, jantungnya berdegup kencang.

"Chenchen, kau baik-baik saja?" tanya Su Ling, matanya penuh kekhawatiran.

"Aku… aku baik-baik saja, Kakak Ketujuh," jawab Wei Chen, napasnya masih tersengal. Tapi saat ia menatap Su Ling, matanya tertuju pada cermin kecil di tangan Su Ling, yang memantulkan wajahnya. Untuk pertama kalinya, ia memperhatikan luka kecil di dahinya—luka yang membentuk simbol awan samar.

"Kakak Ketujuh… luka ini…" gumam Wei Chen, jarinya menyentuh dahi. "Aku… aku baru sadar bentuknya seperti awan."

Su Ling tersenyum lembut, tapi ada sedikit kesedihan di matanya. "Master Yun Xiao bilang luka itu sudah ada sejak kau ditemukan sebagai bayi di tepi hutan… mungkin itu tanda dari masa lalumu, Chenchen," katanya, suaranya penuh kehangatan.

Wei Chen menatap Su Ling, jantungnya berdegup kencang. "Masa laluku…" gumamnya, pikirannya dipenuhi pertanyaan. Ia menatap langit malam, tangannya mengepal erat. "Aku… aku harus jadi lebih kuat. Aku harus melindungi kalian semua… dan aku harus tahu siapa aku sebenarnya."

Di kejauhan, di markas Sekte Naga Darah, Mo Tian dan Saudara Gu menatap cermin kuno, melihat bayangan Wei Chen yang berdiri di tepi tebing. Mo Tian tersenyum licik, matanya menyala penuh rencana jahat. "Bocah itu… dia mulai bertanya-tanya tentang masa lalunya," katanya, suaranya penuh kebencian.

Saudara Gu tertawa dingin, auranya yang mengerikan memenuhi ruangan. "Biarkan saja, Saudara Mo. Semakin dia mencari tahu, semakin dia akan jatuh ke dalam jebakan kita. Hutan Roh Kuno akan menjadi panggung berikutnya… dan di sana, kita akan pastikan dia kehilangan segalanya."

Di bawah langit malam yang penuh bintang, Wei Chen menatap Bunga Awan Bercahaya, hatinya dipenuhi tekad baru. Tapi di balik tekad itu, bayang-bayang dunia yang kejam mulai membayang, siap menguji hati murninya lebih jauh dari sebelumnya.

More Chapters