Cherreads

Chapter 23 - Chapter 23: Bayang-Bayang Kemenangan yang Pahit

Arena turnamen kultivasi di Kota Langit Perak masih bergemuruh dengan sorak sorai penonton, tapi Wei Chen melangkah keluar dari arena dengan wajah datar, matanya penuh konflik. Darah Mo Feng masih menetes dari pedang kayunya, meninggalkan jejak merah di lantai batu. Sorak sorai penonton terasa jauh di telinganya, seolah dunia di sekitarnya tenggelam dalam lautan pikiran yang bergejolak.

Li Qing, Zhao Yan, dan Su Ling segera berlari mendekatinya, wajah mereka penuh kekhawatiran. "Chenchen, kau menang!" seru Zhao Yan, tombak emasnya bersandar di bahu. Suaranya penuh semangat, tapi ia mengerutkan kening saat melihat ekspresi Wei Chen. "Tapi… kenapa wajahmu seperti itu? Kau tidak senang?"

Wei Chen menunduk, tangannya yang memegang pedang kayu masih gemetar. "Kakak Kedua… aku… aku tidak tahu apa yang aku lakukan tadi," gumamnya, suaranya penuh penyesalan. "Aku tidak ingin membunuhnya… tapi aku takut. Aku takut dia akan kembali untuk menyakiti kalian."

Su Ling melangkah maju, tangannya dengan lembut memegang tangan Wei Chen. "Chenchen, kau tidak salah," katanya, suaranya lembut dan penuh kehangatan. "Dunia ini memang kejam. Kau harus tegas agar kita semua aman. Kami percaya padamu."

Li Qing mengangguk, matanya serius tapi penuh perhatian. "Chenchen, kau harus belajar dari ini," katanya, suaranya tegas. "Dunia kultivasi tidak selalu memberi kesempatan untuk menjadi baik hati. Kadang, kau harus mengambil keputusan sulit demi melindungi yang kau sayang."

Wei Chen menatap Li Qing, lalu menoleh ke Zhao Yan dan Su Ling. Matanya penuh konflik, tapi ia mengangguk perlahan. "Aku… aku mengerti, Kakak Sulung," jawabnya, suaranya pelan. Namun, di dalam hati, rasa bersalah masih menggerogoti. Ia tidak pernah membayangkan dirinya akan mengambil nyawa, meskipun itu nyawa seorang musuh jahat. Hati murninya, yang selama ini menjadi inti dirinya, terasa mulai goyah.

Tiba-tiba, sorak sorai penonton meledak lagi, lebih keras dari sebelumnya. Seorang kultivator muda melangkah ke tengah arena, auranya penuh kegelapan dan dendam. Ia mengenakan jubah hitam pekat, rambutnya pendek dan acak-acakan, dan matanya tajam seperti pisau. Setiap langkahnya membawa hawa dingin yang membuat penonton merinding. Itu adalah Fang Wei, kultivator muda dari Sekte Bayangan Gelap, yang dikenal kejam dan tidak pernah memberi ampun pada musuhnya.

"Itu siapa?" tanya Su Ling, matanya menyipit penuh kewaspadaan. "Auranya… lebih jahat dari Mo Feng."

Zhao Yan mengerutkan kening, tangannya mencengkeram tombak emas lebih erat. "Itu Fang Wei," jawabnya, suaranya berat. "Dia terkenal kejam. Tidak pernah memberi ampun pada musuhnya, bahkan pada yang sudah menyerah. Chenchen, kau harus hati-hati jika bertemu dengannya."

Wei Chen menatap Fang Wei dari kejauhan, matanya menyipit. Ia bisa merasakan aura jahat yang memancar dari Fang Wei, tapi ada sesuatu yang membuatnya merinding—ia merasa ada kemiripan antara dirinya dan Fang Wei. Fang Wei adalah cerminan dari apa yang bisa terjadi jika Wei Chen kehilangan hati murninya sepenuhnya, jika ia membiarkan kegelapan dari Relik Darah Abadi menguasainya.

Fang Wei melangkah ke tengah arena, pedang hitamnya terhunus, dan tatapannya menyapu penonton dengan dingin. Lawannya, seorang kultivator muda dari Sekte Api Abadi, melangkah maju dengan wajah penuh keberanian. Namun, pertarungan itu berakhir dengan cepat—terlalu cepat. Fang Wei melancarkan Tebasan Bayangan Kematian, gelombang energi hitam yang bergerak seperti asap, dan dalam sekejap, lawannya terjatuh, tubuhnya terbelah dua, darah membanjiri arena.

Penonton terdiam, beberapa di antara mereka menutup mata, tidak sanggup melihat kekejaman itu. Fang Wei menatap tubuh lawannya tanpa ekspresi, lalu mengangkat pedangnya, darah menetes dari ujungnya. "Lemah," gumamnya, suaranya dingin seperti es, sebelum melangkah keluar dari arena.

Wei Chen menatap Fang Wei dengan mata melebar, jantungnya berdegup kencang. "Dia… dia tidak punya belas kasihan sama sekali…" gumamnya, suaranya penuh keterkejutan. Ia menoleh ke Li Qing, matanya penuh pertanyaan. "Kakak Sulung… apakah aku… apakah aku akan jadi seperti dia?"

Li Qing menatap Wei Chen, tangannya memegang pundak adiknya dengan erat. "Tidak, Chenchen," jawabnya, suaranya tegas. "Kau berbeda. Kau punya hati murni, dan itu adalah kekuatan terbesarmu. Tapi kau harus belajar menyeimbangkan kebaikan hatimu dengan ketegasan. Dunia ini tidak akan memberi ampun pada kelemahan."

Zhao Yan mengangguk, senyum kecil menghiasi wajahnya. "Kakak Sulung benar, Chenchen. Kau tidak akan jadi seperti Fang Wei, selama kau tidak membiarkan kegelapan menguasaimu," katanya, suaranya penuh semangat. "Kami akan selalu ada untukmu."Zhao Yan mengangguk, senyum kecil menghiasi wajahnya. "Kakak Sulung benar, Chenchen. Kau tidak akan jadi seperti Fang Wei, selama kau tidak membiarkan kegelapan menguasaimu," katanya, suaranya penuh semangat. "Kami akan selalu ada untukmu."

Su Ling tersenyum lembut, tangannya memegang tangan Wei Chen. "Kami percaya padamu, Chenchen," katanya, suaranya penuh kehangatan. "Jangan biarkan rasa bersalah menghancurkanmu. Kau melakukan apa yang harus kau lakukan."

Wei Chen menatap kakak-kakaknya, hatinya terasa sedikit lebih ringan. Ia mengangguk perlahan, mencoba menenangkan diri. "Terima kasih, Kakak Sulung, Kakak Kedua, Kakak Ketujuh," katanya, suaranya pelan tapi penuh tekad. "Aku… aku akan berusaha lebih keras. Aku tidak akan membiarkan kegelapan menguasaiku."

Namun, di dalam kepala Wei Chen, bisikan Relik Darah Abadi kembali terdengar, lebih jelas dari sebelumnya. "Kau tidak bisa melawan kegelapan… kau akan jadi seperti dia… lebih kuat… lebih kejam…" Wei Chen menggeleng, mencoba mengabaikan suara itu, tapi ia bisa merasakan hawa dingin merayap di hatinya.

Di tribun penonton, Tian Long masih menatap Wei Chen dari kejauhan, matanya emas menyala penuh minat. "Bocah itu… dia berada di persimpangan jalan," gumamnya, suaranya penuh rasa ingin tahu. "Hati murninya adalah kekuatan, tapi juga kelemahan. Aku penasaran… ke mana jalan ini akan membawanya."

Di markas Sekte Naga Darah, Mo Tian dan Saudara Gu terus memantau turnamen melalui cermin kuno. Mo Tian masih dipenuhi amarah atas kematian putranya, tapi Saudara Gu tersenyum licik, matanya penuh rencana jahat.

"Kematian Mo Feng adalah langkah pertama," kata Saudara Gu, suaranya dingin. "Hati murni bocah itu mulai goyah. Dan dengan kehadiran Fang Wei, dia akan melihat cerminan kegelapannya sendiri. Di Hutan Roh Kuno, kita akan pastikan dia jatuh sepenuhnya ke dalam kegelapan."

Mo Tian mengangguk, tangannya mengepal erat. "Aku akan membuat bocah itu menderita," gumamnya, suaranya penuh kebencian. "Aku akan menghancurkan hati murninya, seperti aku menghancurkan orang tuanya."

Di tengah sorak sorai penonton yang kembali bergemuruh, Wei Chen duduk di pinggir arena, menatap pedang kayunya yang masih bernoda darah. Kemenangan pertamanya di turnamen kultivasi telah diraih, tapi rasa bersalah dan ketakutan mulai menggerogoti hatinya. Dunia kultivasi yang kejam terus mengujinya, dan ia tahu—perjalanan ini baru saja dimulai.

More Chapters