Cherreads

Chapter 24 - Chapter 24: Pertemuan di Tengah Badai Turnamen

Langit di atas Kota Langit Perak mulai mendung, awan gelap berkumpul seolah meramalkan badai yang akan datang. Arena turnamen kultivasi masih dipenuhi sorak sorai penonton, tapi suasana di antara para peserta semakin tegang. Setiap pertandingan membawa darah dan kematian, dan dunia kultivasi yang kejam terus menunjukkan wajah aslinya.

Wei Chen duduk di pinggir arena, pedang kayunya sudah dibersihkan dari darah Mo Feng, tapi noda itu seolah masih terasa di tangannya. Matanya menatap kosong ke arah arena, pikirannya dipenuhi konflik. Kematian Mo Feng, kekejaman Fang Wei, dan bisikan Relik Darah Abadi yang terus menggoda—semuanya membuat hati murninya terasa semakin berat.

Li Qing, Zhao Yan, dan Su Ling berdiri di dekatnya, wajah mereka penuh perhatian. "Chenchen, kau harus fokus," kata Li Qing, suaranya tegas tapi penuh kehangatan. "Turnamen ini belum selesai. Masih banyak lawan kuat di depan, dan kita harus mencari informasi tentang Batu Penyegel Suci."

Zhao Yan mengangguk, tombak emasnya bersandar di bahu. "Kakak Sulung benar, Chenchen," katanya, suaranya penuh semangat. "Kau sudah menang di babak pertama. Sekarang, kau harus siap untuk babak berikutnya. Jangan biarkan rasa bersalah menghentikanmu."

Su Ling tersenyum lembut, tangannya memegang tangan Wei Chen. "Kami percaya padamu, Chenchen," katanya, suaranya penuh kelembutan. "Kau lebih kuat dari yang kau pikirkan."

Wei Chen menatap kakak-kakaknya, hatinya terasa sedikit lebih ringan. Ia mengangguk perlahan, mencoba menenangkan diri. "Terima kasih, Kakak Sulung, Kakak Kedua, Kakak Ketujuh," katanya, suaranya pelan tapi penuh tekad. "Aku… aku akan berusaha lebih keras."

Namun, sebelum ia sempat menenangkan pikiran, sorak sorai penonton kembali meledak. Seorang kultivator muda melangkah ke tengah arena, auranya penuh keanggunan dan hawa dingin. Rambutnya panjang berwarna perak, berkilau seperti salju di bawah sinar matahari yang redup. Matanya biru seperti es, dan jubah biru mudanya berkibar lembut ditiup angin. Ia membawa kipas besar yang terbuat dari kristal salju, dan setiap langkahnya seolah membawa hawa dingin yang menusuk tulang. Itu adalah Lan Xue, murid terbaik dari Sekte Bunga Salju, yang dikenal sebagai salah satu kultivator muda terkuat di turnamen ini.

"Itu siapa?" tanya Zhao Yan, matanya melebar penuh kagum. "Auranya… sangat kuat, tapi juga indah."

Su Ling mengangguk, matanya penuh kekaguman. "Itu Lan Xue dari Sekte Bunga Salju," jawabnya, suaranya penuh rasa hormat. "Dia dikenal sebagai Bunga Salju Abadi—cantik, tapi mematikan. Tekniknya berbasis es, dan dia belum pernah kalah di turnamen sebelumnya."

Wei Chen menatap Lan Xue dari kejauhan, matanya melebar. Ia bisa merasakan kekuatan yang memancar dari Lan Xue, tapi ada sesuatu yang membuatnya terpesona—keanggunan dan ketenangan di tengah aura dinginnya. Untuk pertama kalinya sejak turnamen dimulai, ia merasa ada sedikit kehangatan di hatinya, meskipun hanya sekilas.

Lan Xue melangkah ke tengah arena, kipasnya terbuka, dan lawannya—seorang kultivator dari Sekte Api Abadi—melangkah maju dengan wajah penuh keberanian. Pertarungan dimulai, dan Lan Xue bergerak dengan kecepatan yang menakjubkan. Ia melancarkan Badai Salju Bunga, menciptakan badai salju yang dipenuhi kelopak bunga tajam. Kelopak-kelopak itu berputar seperti pisau, dan dalam sekejap, lawannya terjatuh, tubuhnya membeku dalam lapisan es tipis, tidak bergerak lagi.

Penonton bersorak, kagum dengan keindahan dan kekuatan Lan Xue. Namun, Lan Xue tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Ia menutup kipasnya, lalu melangkah keluar dari arena, matanya dingin dan penuh kewaspadaan.

Saat Lan Xue melangkah melewati Wei Chen, matanya sekilas bertemu dengan mata Wei Chen. Untuk sesaat, waktu seolah berhenti. Wei Chen merasa ada sesuatu yang berbeda dalam tatapan Lan Xue—di balik dinginnya, ada sedikit kesedihan yang tersembunyi. Lan Xue berhenti sejenak, lalu berbicara dengan suara yang dingin tapi lembut.

"Kau… kau yang mengalahkan Mo Feng, bukan?" tanya Lan Xue, matanya menyipit. "Hati-hati. Sekte Naga Darah tidak akan membiarkanmu hidup setelah ini."

Wei Chen terkejut, tapi ia mengangguk perlahan. "Aku… aku tahu," jawabnya, suaranya pelan. "Tapi aku tidak punya pilihan. Aku harus melindungi keluargaku."

Lan Xue menatap Wei Chen lebih lama, matanya biru seperti es menyelami jiwa Wei Chen. "Kau punya hati murni… tapi dunia ini akan menghancurkannya," katanya, suaranya penuh peringatan. "Jangan biarkan itu terjadi." Tanpa menunggu jawaban, ia berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan hawa dingin di udara.

Wei Chen menatap punggung Lan Xue, hatinya bergetar. Ada sesuatu dalam kata-kata Lan Xue yang membuatnya merasa… dipahami. Untuk pertama kalinya, ia merasa ada seseorang di luar kakak-kakaknya yang bisa melihat konflik di dalam dirinya.

"Chenchen, kau baik-baik saja?" tanya Su Ling, suaranya penuh kekhawatiran. "Kau terlihat… aneh setelah bertemu Lan Xue."

Wei Chen menggeleng, mencoba tersenyum. "Aku baik-baik saja, Kakak Ketujuh," jawabnya, tapi pikirannya masih dipenuhi kata-kata Lan Xue. "Dunia ini akan menghancurkan hati murnimu…"

Tiba-tiba, seorang kultivator tua dari Sekte Pedang Langit melangkah ke tengah arena, suaranya menggema. "Babak kedua turnamen kultivasi akan segera dimulai!" serunya, tangannya mengangkat daftar peserta. "Pertandingan berikutnya… Wei Chen dari Puncak Awan Suci melawan Fang Wei dari Sekte Bayangan Gelap!"

Sorak sorai penonton meledak, tapi Wei Chen merasa jantungnya berhenti sejenak. Ia menatap ke arah Fang Wei, yang berdiri di sisi lain arena, pedang hitamnya terhunus, matanya penuh kebencian. Aura Fang Wei penuh kegelapan, dan Wei Chen bisa merasakan hawa dingin yang sama seperti yang ia rasakan dari Relik Darah Abadi.

Li Qing melangkah maju, tangannya memegang pundak Wei Chen. "Chenchen, kau harus waspada," katanya, suaranya penuh kewaspadaan. "Fang Wei bukan lawan sembarangan. Dia kejam dan tidak punya belas kasihan. Jangan biarkan emosimu menguasai."

Zhao Yan mengangguk, tombak emasnya siap di tangan. "Kakak Sulung benar, Chenchen," katanya, suaranya serius. "Tapi aku percaya padamu. Tunjukkan bahwa kau berbeda darinya."

Wei Chen mengangguk, tangannya mencengkeram pedang kayu lebih erat. "Aku… aku akan berusaha, Kakak Sulung, Kakak Kedua," jawabnya, suaranya penuh tekad. Namun, di dalam hati, ia merasa takut—takut bahwa ia akan menjadi seperti Fang Wei, kehilangan hati murninya sepenuhnya.

Di markas Sekte Naga Darah, Mo Tian dan Saudara Gu menatap cermin kuno, senyum licik menghiasi wajah mereka. "Pertarungan ini akan jadi langkah berikutnya," kata Saudara Gu, suaranya penuh rencana jahat. "Fang Wei akan mendorong bocah itu ke tepi jurang… dan di Hutan Roh Kuno, kita akan pastikan dia jatuh sepenuhnya."

Mo Tian mengangguk, matanya menyala penuh kebencian. "Aku akan melihat hati murni bocah itu hancur," gumamnya, suaranya penuh dendam. "Dan ketika itu terjadi, Relik Darah Abadi akan menjadi milikku."

Di tengah sorak sorai penonton yang semakin membara, Wei Chen melangkah ke tengah arena, matanya bertemu dengan mata Fang Wei. Dua kultivator muda, satu dengan hati murni yang mulai goyah, dan satu dengan kegelapan yang telah menguasai jiwanya, berdiri berhadapan, siap untuk bertarung. Badai turnamen baru saja dimulai, dan Wei Chen tahu—pertarungan ini akan mengubahnya lebih jauh dari sebelumnya.

More Chapters