Selama dua malam berturut-turut, pertarungan antara party Velhira dan Tharn Braggur belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Medan pertempuran yang telah rusak akibat serangan api purba dari Tharn, kini dipenuhi dengan asap dan kekacauan. Ledakan dan serangan api memecah keheningan malam, membakar sisa-sisa pepohonan dan batu yang ada di sekitar.
Velhira, meski kelelahan, terus memimpin. Setiap serangan mereka semakin terdesak oleh kekuatan api yang ditimbulkan oleh Tharn, sementara pasukan Kerajaan Rubelion di bawah komando Tharn terus datang tanpa henti. Ketegangan semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Ada sesuatu di udara—suatu rasa bahwa kesulitan ini tidak akan berakhir dengan mudah.
Namun, malam kedua, ketika harapan terlihat semakin tipis, bala bantuan yang tak terduga akhirnya datang.
Dari kejauhan, sebuah kekuatan baru muncul. Tiba-tiba, suara langkah-langkah berat terdengar, dan di atas bukit, Kael, kapten pasukan khusus dari Kerajaan Rubelion, muncul dengan rombongannya yang terlatih. Mata Kael yang tajam menilai medan perang sejenak, dan dalam sekejap, dia membawa pasukannya masuk ke dalam pertempuran, memecah barisan musuh dengan kekuatan yang belum pernah terlihat sebelumnya.
Kael dikenal dengan keahliannya dalam bertempur dengan pedang besar dan strategi militer yang sangat terperinci. Kael tidak hanya memiliki kekuatan fisik yang luar biasa, tetapi juga mampu mengendalikan elemen angin dengan sangat terampil, menjadikan dirinya seorang lawan yang sangat sulit dihadapi. Dengan setiap langkahnya, angin menyapu lawan, memberinya kecepatan dan kekuatan yang luar biasa.
Namun, meskipun bala bantuan ini datang, Velhira dan para anggotanya tahu bahwa waktu mereka semakin terbatas. Sesuatu yang tak terduga akan terjadi.
---
Pertempuran memanas saat Velhira berhadapan langsung dengan Tharn, meski tubuhnya sudah sangat lelah. Pedangnya menyala terang, diselimuti oleh sihr api yang terjalin dengan elemen angin. "Aku tidak akan mundur, Tharn," kata Velhira dengan suara yang berat, tetapi penuh tekad. "Selama aku masih berdiri, aku akan melawan."
Namun, Tharn tersenyum sinis. "Kalian masih belum mengerti, Velhira. Perjuangan ini sudah berakhir." Dengan satu gerakan, Tharn memanipulasi lava di bawah tanah, meletuskan aliran api yang memotong jalan Velhira. Seperti sebelumnya, api tersebut memaksa Velhira untuk bergerak mundur.
Namun, yang tidak diketahui oleh Velhira adalah bahwa di antara pasukan yang baru saja bergabung, Tharn sudah mempersiapkan jebakan. Kael, yang baru saja sampai, berusaha memotong jalan, namun serangan mendalam dari Tharn berhasil menghancurkan garis pertahanan mereka. Dalam waktu yang sangat singkat, Tharn berhasil mengalahkan pasukan yang dipimpin oleh Kael, meninggalkan mereka terisolasi.
Velhira, yang mulai goyah, melihat Tharn mengangkat pedangnya, siap memberikan pukulan terakhir. Saat itulah, dalam keputusasaannya, Velhira melakukan serangan terakhir, menyatu dengan kekuatan sihir angin dan api, mencoba membalikkan keadaan. Namun, dalam pertempuran sengit itu, Tharn berhasil menghujamkan pedangnya yang berapi ke tubuh Velhira.
Dengan satu teriakan penuh rasa sakit dan kemarahan, Velhira jatuh ke tanah. Party Velhira terdiam sesaat, tidak percaya dengan kenyataan yang terjadi. Lennor, yang berada tidak jauh, berlari mendekat dan mencoba menahan tubuh Velhira, namun terlambat.
"Velhira…!" Lennor berteriak, suara penuh emosi. "Tidak! Bangun, bangun!"
Namun, Velhira tidak dapat menjawab. Kehilangan ini sangat mendalam. Dalam keadaan sekarat, Velhira menatap para anggota party-nya dengan tatapan lemah, dan dengan suara terbata, ia berkata, "Jaga… dunia ini… Jangan biarkan semuanya… sia-sia."
Dengan kata-kata terakhir itu, Velhira menutup matanya, meninggalkan party Velhira yang hancur, dan memberikan kekuatan mereka untuk melanjutkan perjuangan.
---
Di sisi lain medan perang, Kilyuna yang melihat semuanya, merasa hatinya dihimpit oleh kemarahan yang sangat besar. Jorin, yang biasanya tenang, kini terlihat kehilangan kendali, dengan air mata mengalir di pipinya. Nira yang selalu tegar, kini terlihat menahan tangis, menggenggam pedangnya dengan sangat erat, siap untuk membalas.
"Ini tidak akan dibiarkan begitu saja," kata Kilyuna dengan suara yang sangat dingin, mengarah pada Tharn yang berdiri di tengah medan perang, tertawa dengan kemenangan.
Namun, Kael, yang baru saja datang, melihat kekacauan di sekitar mereka. Meskipun pasukannya menderita, dia tahu bahwa mereka masih memiliki peluang untuk menang, jika mereka bersatu.
"Ayo, kita tidak akan kalah. Kalian dengar aku?" seru Kael, bersikeras. "Ini baru permulaan."
---
Kemudian, Lennor yang sudah meluap dengan kemarahan dan dendam menuju ke arah Tharn, dengan pedangnya terhunus penuh. "Kau akan membayar untuk ini!" teriaknya, tubuhnya penuh dengan emosi yang menyala.
Kehilangan Velhira menjadi api yang membakar mereka semua. Dengan perasaan yang sangat kuat, para anggota party Velhira bergerak bersama, bersatu dalam pertempuran terakhir ini.
---
Dalam sebuah momen yang sangat emosional, Kael melangkah maju, berdiri di samping Kilyuna dan Lennor, dengan satu tujuan yang sama: membalas kematian Velhira, dan menuntaskan pertarungan ini dengan kemenangan yang akan mengubah dunia mereka selamanya.
Namun, apakah mereka akan berhasil? Apakah api kemarahan dan kehilangan ini cukup untuk menumbangkan seorang Tharn Braggur yang sangat kuat?