Hutan di belakang Puncak Awan Suci gelap dan penuh dengan suara-suara aneh. Angin menderu di antara pepohonan, membawa aroma darah dan asap yang terbawa dari pertempuran di puncak. Wei Chen berlari dengan napas terengah-engah, kakinya yang kecil tersandung akar-akar pohon, tapi ia terus memaksa dirinya untuk maju. Air matanya mengalir tanpa henti, mencampur rasa takut dan rasa bersalah yang menggerogoti hatinya. Ia tak bisa melupakan tatapan Zhao Yan yang penuh ketakutan, atau suara benturan senjata yang masih bergema di telinganya.
"Gua Awan Tersembunyi… di mana itu?" gumam Wei Chen, matanya yang buram karena air mata mencoba mencari-cari di tengah kegelapan. Ia ingat Kakak Sulung, Li Qing, pernah membawanya ke gua itu saat ia masih kecil, sebagai tempat persembunyian saat mereka bermain petak umpet. Gua itu tersembunyi di balik air terjun kecil, di ujung hutan.
Dengan sisa tenaga yang ia miliki, Wei Chen berlari ke arah suara air yang samar-samar terdengar.
Setelah melewati semak berduri yang mencakar lengannya, ia akhirnya menemukan air terjun itu. Airnya yang jernih kini tampak kemerahan, seolah tercemar oleh kabut darah yang menyelimuti pegunungan.
Wei Chen tak punya waktu untuk berpikir panjang. Ia melompat ke balik air terjun, masuk ke dalam gua kecil yang lembap dan gelap. Di dalam, ia meringkuk di sudut, tubuhnya gemetar, tangannya memeluk lutut erat-erat.
"Kakak-kakak… tolong selamat… aku mohon…" bisiknya, suaranya parau. Ia merasa tak berdaya, seperti seekor kelinci yang bersembunyi dari serigala.
Ia tahu ia tak bisa membantu, tapi rasa bersalah karena meninggalkan kakak-kakaknya membuat dadanya sesak. "Aku… aku terlalu lemah…"
Di luar gua, suara langkah kaki mendekat. Wei Chen menahan napas, tangannya mencengkeram tanah dengan keras.
Dari celah-celah air terjun, ia melihat beberapa sosok berjubah hitam dengan motif naga merah berjalan mondar-mandir. Mereka adalah murid Sekte Naga Darah, yang diperintahkan oleh Xue Long untuk mencarinya.
"Cepat temukan bocah itu!" teriak salah satu dari mereka, suaranya kasar. "Tetua Xue bilang dia adik kesayangan Tujuh Pedang Awan Suci. Kalau kita menangkapnya, mereka akan menyerah!"
Wei Chen menutup mulutnya dengan tangan, takut suara isakannya terdengar. Ia tahu apa yang akan terjadi jika ia tertangkap. Kakak-kakaknya, yang selama ini melindunginya dengan nyawa mereka, akan terpaksa menyerah. Ia tak bisa membiarkan itu terjadi. Dengan hati-hati, ia merangkak lebih dalam ke gua, mencoba mencari celah untuk bersembunyi.
Sementara itu, di Puncak Awan Suci, pertarungan masih berlangsung dengan sengit. Li Qing, meski lengan kirinya terluka parah, masih berdiri tegak, pedangnya bergerak seperti angin badai, menahan serangan cambuk Xue Long. Zhao Yan dan yang lainnya juga terus bertarung, tapi jumlah musuh yang tak habis-habis membuat mereka mulai kelelahan.
Beberapa murid Sekte Puncak Awan Suci yang lebih lemah sudah jatuh, tubuh mereka berserakan di tanah yang kini dipenuhi darah.
"Li Qing, kalian tak bisa menang!" teriak Xue Long, cambuknya melesat lagi, kali ini mengenai bahu Feng Huo yang sedang melindungi Su Ling. Feng Huo mengerang kesakitan, tapi ia tetap berdiri, serulingnya kembali mengeluarkan nada-nada mematikan.
"Kami tak akan menyerah pada anjing-anjing seperti kalian!" balas Li Qing, suaranya penuh amarah. "Selama kami masih bernapas, Puncak Awan Suci tak akan jatuh!"
Namun, di tengah pertarungan itu, sebuah suara tiba-tiba mengguncang seluruh puncak. "CUKUP!" Suara itu dalam dan penuh wibawa, seolah langit sendiri yang berbicara. Semua orang, termasuk Xue Long, terhenti sejenak, menoleh ke arah sumber suara.
Dari puncak tertinggi sekte, sebuah sosok tua melayang turun, jubah putihnya berkibar ditiup angin. Rambutnya yang panjang berwarna abu-abu tergerai, dan auranya begitu kuat hingga membuat kabut merah di sekitar puncak tersapu bersih. Itu adalah Master Yun Xiao, Guru Besar Sekte Puncak Awan Suci, yang baru saja kembali dari perjalanannya.
"Xue Long," kata Master Yun Xiao, matanya menyipit penuh kemarahan. "Kau berani menyerang sekteku saat aku不在? Apakah Sekte Naga Darah sudah begitu rendah hingga menyerang yang lemah untuk menunjukkan kekuatan?"
Xue Long menyeringai, tapi ada sedikit ketakutan di matanya. "Yun Xiao… jadi kau akhirnya muncul. Baiklah, malam ini aku akan mundur. Tapi ingat, ini belum selesai. Puncak Awan Suci akan jatuh, cepat atau lambat!" Ia melambaikan tangan, dan murid-murid Sekte Naga Darah segera menghilang ke dalam kabut, meninggalkan puncak yang porak-poranda.
Master Yun Xiao mendarat di tengah lapangan, matanya memindai murid-muridnya yang terluka. "Di mana Wei Chen?" tanyanya dengan nada khawatir.
Li Qing, yang kini berlutut karena kelelahan, menjawab dengan napas terengah. "Kami… menyuruhnya bersembunyi di Gua Awan Tersembunyi, Guru."
Master Yun Xiao mengangguk, lalu melesat ke arah hutan, diikuti oleh Zhao Yan dan Su Ling yang masih cukup kuat untuk bergerak. Di dalam gua, Wei Chen masih meringkuk, tubuhnya gemetar, ketika ia mendengar suara lembut yang dikenalnya.
"Chenchen, ini aku, Kakak Kedua. Kau aman sekarang," kata Zhao Yan, suaranya penuh kelegaan saat ia menemukan Wei Chen di sudut gua.
Wei Chen menoleh, matanya berkaca-kaca. "Kakak… kalian baik-baik saja?" tanyanya dengan suara serak.
Zhao Yan tersenyum, meski wajahnya penuh luka dan darah. "Kami baik-baik saja, Chenchen. Guru kembali tepat waktu. Sekarang, ayo pulang."
Wei Chen dipeluk erat oleh Zhao Yan, dan untuk pertama kalinya malam itu, ia merasa sedikit lega. Namun, di dalam hatinya, ia tahu bahwa kebahagiaan ini tak akan bertahan lama. Dunia kultivasi yang kejam telah menunjukkan wajahnya, dan Wei Chen, meski masih polos, mulai memahami bahwa ia tak bisa terus bergantung pada kakak-kakaknya selamanya.