Di Puncak Awan Suci, suasana semakin tegang setelah serangan kedua dari Sekte Naga Darah. Feng Huo, Xiao Mei, Gu Tao, dan Su Ling bekerja keras memperkuat pertahanan sekte, memasang formasi pelindung dan melatih murid-murid yang tersisa untuk bersiap menghadapi ancaman berikutnya. Sementara itu, Wei Chen tak membuang waktu. Ia berlatih lebih keras dari sebelumnya, didorong oleh rasa bersalah dan tekad untuk melindungi kakak-kakaknya.
Pagi itu, di bawah pohon besar di tepi lapangan latihan, Wei Chen duduk bersila, matanya tertutup, fokus mengatur aliran qi di dalam tubuhnya. Su Ling duduk di dekatnya, mengawasi dengan penuh perhatian sambil meracik ramuan baru. Setelah beberapa saat, Wei Chen membuka mata, napasnya lebih teratur, dan ada kilau samar di sekitar tubuhnya—tanda bahwa qi-nya mulai stabil.
"Kakak Ketujuh, aku merasa… qi-ku lebih mudah dikendalikan sekarang," kata Wei Chen, wajahnya penuh semangat. "Ramuanmu benar-benar membantu!"
Su Ling tersenyum lembut, tangannya mengelus kepala Wei Chen. "Bagus, Chenchen. Tapi jangan terlalu memaksakan diri. Kultivasi itu seperti menanam bunga—kalau kau terlalu terburu-buru, akarnya tak akan kuat."
Wei Chen mengangguk, tapi di dalam hatinya, ia tak bisa menahan rasa cemas. Ia tahu Li Qing, Zhao Yan, dan Liang Shu sedang menjalani misi berbahaya di Puncak Terlarang. Setiap malam, ia bermimpi buruk tentang kakak-kakaknya yang terluka, dan mimpi itu membuatnya semakin terpacu untuk menjadi kuat.
Sementara itu, di Puncak Terlarang, Li Qing, Zhao Yan, dan Liang Shu berjalan hati-hati di antara tebing-tebing curam yang diselimuti kabut tebal. Puncak ini dikenal sebagai tempat terkutuk, di mana binatang iblis berkeliaran dan jebakan alami seperti kabut beracun atau tanah longsor bisa muncul kapan saja. Li Qing memimpin di depan, pedang peraknya terhunus, matanya waspada memindai sekitar. Zhao Yan mengikuti di belakang, tombak emasnya siap menyerang, sementara Liang Shu berjalan di tengah, tangannya memegang gulungan mantra untuk mendeteksi bahaya.
"Puncak ini lebih mengerikan dari yang kubayangkan," gumam Zhao Yan, suaranya penuh kewaspadaan. "Aku merasakan aura pembunuh di mana-mana."
Liang Shu mengangguk, jari-jarinya bergerak cepat membentuk segel. "Kabut ini bukan kabut biasa. Ada jejak qi kuno di dalamnya… mungkin dari Relik Darah Abadi."
Li Qing mengerutkan kening, tangannya mencengkeram pedang lebih erat. "Jika relik itu benar-benar ada di sini, kita harus menemukannya sebelum Sekte Naga Darah. Aku tak akan membiarkan mereka mendapatkan kekuatan yang bisa menghancurkan lebih banyak sekte kecil seperti kita."
Mereka melanjutkan perjalanan, melewati jurang-jurang dalam dan gua-gua gelap, hingga akhirnya mereka tiba di sebuah kuil kuno yang tersembunyi di balik tebing besar. Kuil itu terbuat dari batu hitam, dengan ukiran naga dan phoenix yang sudah memudar karena usia. Di pintu masuknya, sebuah plakat tua bertuliskan: "Hanya yang berhati murni boleh masuk, atau kutukan darah akan menelan jiwa."
Li Qing menatap plakat itu dengan tatapan serius. "Hati murni… mungkin itu sebabnya Sekte Naga Darah tak bisa masuk ke sini dengan mudah. Tapi kita juga harus berhati-hati."
Mereka masuk ke dalam kuil, langkah mereka bergema di lorong-lorong gelap. Di dalam, mereka menemukan sebuah altar tua dengan patung naga yang memegang sebuah bola kristal merah menyala. Aura yang dipancarkan bola itu begitu kuat hingga membuat udara di sekitar mereka bergetar. Liang Shu melangkah mendekat, matanya membelalak. "Ini… ini pasti Relik Darah Abadi."
Namun, sebelum mereka bisa mendekat lebih jauh, sebuah suara tawa dingin tiba-tiba menggema di dalam kuil. "Akhirnya… kalian membawaku ke sini," kata suara itu, penuh kebencian.
Dari balik bayang-bayang, sosok Xue Long muncul, cambuk berdurinya berkilau di bawah cahaya redup. Di belakangnya, puluhan murid Sekte Naga Darah melangkah keluar, senjata mereka terhunus. "Kalian pikir kalian bisa menyelinap ke Puncak Terlarang tanpa kami ketahui? Kami sudah mengikuti kalian sejak kalian meninggalkan sekte!"
Li Qing langsung mengangkat pedangnya, matanya penuh amarah. "Xue Long! Jadi ini rencanamu—menggunakan kami untuk menemukan relik ini?!"
Xue Long tersenyum licik, cambuknya berderit saat ia mengayunkannya ke udara. "Tepat sekali. Sekarang, serahkan relik itu, atau kalian bertiga akan mati di sini!"
Pertarungan pun pecah. Li Qing melesat ke depan, pedangnya berubah menjadi bayangan perak yang mematikan, menyerang Xue Long langsung. Zhao Yan berputar cepat, tombaknya menciptakan angin puyuh yang menghalau murid-murid Sekte Naga Darah, sementara Liang Shu mengeluarkan gulungan mantranya, melepaskan petir yang menyambar musuh-musuh di sekitar.
Namun, jumlah musuh terlalu banyak. Meski Tujuh Pedang Awan Suci adalah petarung hebat, mereka mulai terdesak. Xue Long, dengan cambuk berdurinya, berhasil melukai Zhao Yan di kaki, membuatnya terjatuh dengan mengerang kesakitan. Li Qing mencoba melindungi adiknya, tapi sebuah serangan dari samping mengenai lengannya, membuat darah mengalir deras.
"Kalian tak akan bisa menang!" teriak Xue Long, suaranya penuh kemenangan. "Serahkan relik itu, atau kalian semua akan mati!"
Di tengah pertempuran, Liang Shu, yang masih berdiri di dekat altar, tiba-tiba merasakan sesuatu. Bola kristal merah itu mulai bergetar, memancarkan cahaya yang semakin terang. Tiba-tiba, sebuah suara lembut terdengar di kepalanya, seolah berbisik dari dalam relik itu. "Hanya yang berhati murni… hanya yang berhati murni…"
Liang Shu menoleh ke arah Li Qing dan Zhao Yan, matanya penuh tekad. "Kakak Sulung, Kakak Kedua, kita harus membawa relik ini pergi! Aku punya rencana!"
Dengan gerakan cepat, Liang Shu meraih bola kristal itu, meski tangannya terbakar oleh panas yang dipancarkan relik tersebut. Ia lalu melemparkan gulungan mantra terkuatnya, menciptakan ledakan besar yang mengguncang kuil dan membuat Xue Long serta anak buahnya terpental. "Cepat, lari!" teriaknya.
Li Qing dan Zhao Yan, meski terluka, segera bergerak, mengikuti Liang Shu keluar dari kuil. Mereka melarikan diri melalui lorong-lorong sempit, kabut Puncak Terlarang menutupi jejak mereka. Xue Long, yang terluka akibat ledakan, hanya bisa menggeram penuh amarah. "Kalian tak akan bisa kabur selamanya! Relik itu milik Sekte Naga Darah!"
Sementara itu, di Puncak Awan Suci, Wei Chen tiba-tiba merasakan hawa aneh di udara. Ia menatap ke arah langit, hatinya dipenuhi firasat buruk. "Kakak Sulung… Kakak Kedua… Kakak Kelima… kalian harus selamat," gumamnya, tangannya mengepal erat.
Malam itu, sebuah bayang-bayang gelap mulai menyelimuti Pegunungan Seribu Awan, seolah meramalkan badai besar yang akan segera datang.