Cherreads

Chapter 9 - Bab 9: Cahaya Merah di Malam Gelap

Langit di atas Puncak Awan Suci telah berubah menjadi lautan bintang ketika Li Qing, Zhao Yan, dan Liang Shu akhirnya kembali dari Puncak Terlarang. Tubuh mereka penuh luka, jubah mereka robek, dan napas mereka terengah-engah, tapi di tangan Liang Shu, sebuah bola kristal merah menyala terbungkus kain tua, memancarkan aura yang membuat udara di sekitar mereka bergetar. Itu adalah Relik Darah Abadi, artefak yang telah memicu konflik berdarah di Pegunungan Seribu Awan.

Feng Huo, Xiao Mei, Gu Tao, dan Su Ling segera berlari menyambut mereka di gerbang utama sekte, wajah mereka penuh kecemasan. Wei Chen, yang sedang berlatih di dekat aula utama, juga berlari mendekat, matanya membelalak melihat kondisi kakak-kakaknya.

"Kakak Sulung! Kakak Kedua! Kakak Kelima!" seru Wei Chen, suaranya penuh campuran lega dan khawatir. Ia berlari ke arah Zhao Yan, yang kini berjalan tertatih karena luka di kakinya, dan memeluknya erat. "Kalian… kalian baik-baik saja?"

Zhao Yan tersenyum lemah, tangannya mengelus kepala Wei Chen. "Kami baik-baik saja, Chenchen. Jangan khawatir… kami berhasil membawa relik itu."

Li Qing, meski wajahnya pucat karena kehilangan darah, tetap berdiri tegak. Ia menatap kakak-adiknya dengan tatapan serius. "Semuanya, kita harus segera berkumpul di aula utama. Relik ini… auranya terlalu kuat. Aku khawatir Sekte Naga Darah sudah mengetahui keberadaannya di sini."

Mereka segera berkumpul di aula utama, di mana Liang Shu meletakkan Relik Darah Abadi di atas meja batu di tengah ruangan. Cahaya merah dari bola kristal itu memantulkan bayangan mengerikan di dinding, seolah ada naga yang bergerak di dalamnya. Semua orang terdiam, merasakan tekanan dari aura relik tersebut.

"Ini benar-benar Relik Darah Abadi…" gumam Su Ling, matanya penuh kewaspadaan. "Aku bisa merasakan qi kuno di dalamnya, tapi juga… ada hawa jahat yang tersembunyi."

Liang Shu mengangguk, tangannya yang terbakar akibat menyentuh relik itu kini dibalut perban. "Saat aku mengambilnya, aku mendengar suara aneh… suara itu bilang, 'Hanya yang berhati murni boleh memilikiku.' Aku khawatir relik ini bukan hanya sumber kekuatan, tapi juga kutukan."

Wei Chen, yang berdiri di samping Su Ling, menatap bola kristal itu dengan rasa ingin tahu. Tanpa ia sadari, saat ia mendekat, cahaya merah dari relik itu tiba-tiba berkedip, seolah merespons keberadaannya. Xiao Mei, yang memperhatikan, langsung menarik Wei Chen mundur. "Chenchen, jangan terlalu dekat! Kita tak tahu apa yang bisa dilakukan relik ini!"

Namun, Wei Chen merasa ada sesuatu yang aneh. Saat ia menatap relik itu, ia mendengar bisikan samar di kepalanya, suara yang lembut tapi penuh kekuatan. "Kau… kau yang berhati murni… datanglah…" Suara itu membuat jantungnya berdegup kencang, tapi ia tak berani mengatakan apa-apa, takut kakak-kakaknya akan semakin khawatir.

Li Qing menghela napas panjang, lalu menatap semua kakak-adiknya. "Untuk saat ini, kita harus menyembunyikan relik ini. Kita tak bisa membiarkan Sekte Naga Darah mendapatkannya. Aku akan membuat formasi pelindung di sekitar aula ini, tapi kita juga harus bersiap untuk serangan berikutnya. Mereka pasti akan datang lagi."

Malam itu, setelah semua kakak-kakaknya sibuk dengan persiapan pertahanan, Wei Chen kembali ke kamarnya, tapi ia tak bisa tidur. Bisikan dari relik itu terus bergema di kepalanya, membuatnya gelisah. Akhirnya, ia memutuskan untuk menyelinap ke aula utama, di mana relik itu disimpan.

Di bawah cahaya bulan yang masuk melalui celah-celah jendela, Wei Chen berdiri di depan meja batu, menatap Relik Darah Abadi dengan penuh rasa ingin tahu. Cahaya merah dari relik itu tampak lebih terang sekarang, seolah memanggilnya. Dengan tangan gemetar, ia perlahan menyentuh permukaan bola kristal itu.

Seketika, tubuhnya tersentak. Cahaya merah menyala terang, membungkus Wei Chen dalam kilau yang menyilaukan. Di dalam pikirannya, ia melihat kilasan gambar—seorang pria tua berjubah putih berdiri di depan naga raksasa, tangannya memegang relik yang sama. Pria itu berbicara dengan suara yang dalam, "Relik ini diciptakan untuk melindungi dunia, tapi juga untuk menghancurkannya. Hanya yang berhati murni yang bisa mengendalikannya… jika tidak, dunia akan tenggelam dalam darah."

Wei Chen terbangun dari visinya, tubuhnya jatuh ke lantai, napasnya tersengal-sengal. Ia menatap tangannya, yang kini memancarkan kilau samar berwarna putih—tanda bahwa qi-nya tiba-tiba melonjak ke tingkat yang lebih tinggi. "Apa… apa yang terjadi padaku?"

gumamnya, suaranya penuh kebingungan.

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari luar aula. Feng Huo masuk dengan wajah penuh kemarahan. "Wei Chen! Apa yang kau lakukan di sini?!" bentaknya, tapi ekspresinya segera berubah menjadi kaget saat ia melihat kilau di tangan Wei Chen. "Kau… kau menyentuh relik itu?"

Wei Chen menunduk, takut dimarahi, tapi ia akhirnya memberanikan diri untuk berbicara.

"Kakak Ketiga… aku mendengar suara… suara itu bilang hanya yang berhati murni yang bisa mengendalikan relik ini. Dan… aku melihat sesuatu… seorang pria tua, dan seekor naga…"

Feng Huo terdiam, matanya membelalak. Ia segera menarik Wei Chen keluar dari aula, lalu memanggil kakak-kakak lainnya. Setelah Wei Chen menceritakan apa yang ia lihat, mereka semua saling pandang, wajah mereka penuh kekhawatiran.

"Jika apa yang dikatakan Chenchen benar…" kata Su Ling, suaranya pelan, "maka Chenchen mungkin benar-benar kunci untuk mengendalikan relik ini. Hati murninya… itulah yang dibutuhkan."

"Tapi itu juga berarti dia dalam bahaya lebih besar," sela Xiao Mei, wajahnya pucat. "Sekte Naga Darah pasti sudah tahu bahwa Chenchen punya hubungan dengan relik ini. Mereka akan mengejarnya dengan lebih ganas."

Li Qing, yang masih lelet karena lukanya, menatap Wei Chen dengan tatapan penuh tekad. "Kita tak akan membiarkan mereka menyentuh Chenchen. Mulai sekarang, kita harus melatihnya lebih keras lagi. Jika dia benar-benar kunci untuk relik ini, dia harus cukup kuat untuk melindungi dirinya sendiri."

Wei Chen menatap kakak-kakaknya, hatinya dipenuhi campuran rasa takut dan tekad. Ia tahu bahwa perjalanan ini akan semakin berat, tapi ia juga tahu bahwa ia tak lagi bisa mundur. "Aku akan melakukannya, Kakak Sulung. Aku akan menjadi lebih kuat… demi kalian semua,"

katanya, suaranya penuh determinasi.

Namun, di kejauhan, di markas Sekte Naga Darah, sosok misterius di singgasana tulang tersenyum dingin. "Bocah itu akhirnya menyentuh relik… bagus. Segera kirim pasukan terbaik kita ke Puncak Awan Suci. Kita akan mengambil relik itu… dan bocah itu, hidup atau mati."

More Chapters