Cherreads

Chapter 4 - Bab 4: Bara di Hati yang Polos

Pagi di Puncak Awan Suci terasa lebih sunyi dari biasanya. Kabut pagi yang biasanya membawa aroma segar bunga liar kini bercampur dengan bau samar darah dan abu. Lapangan latihan yang dulu dipenuhi tawa kini penuh dengan bekas pertempuran—tanah yang hangus, pohon yang patah, dan beberapa tubuh murid sekte yang gugur, kini ditutupi kain putih sebagai tanda penghormatan terakhir.

Sekte Puncak Awan Suci selamat dari serangan malam tadi, tapi luka yang ditinggalkan tak hanya terlihat di tanah, melainkan juga di hati setiap murid yang tersisa.

Wei Chen duduk di tepi tebing kecil yang menghadap ke lembah, matanya memandang kosong ke arah kabut yang perlahan menghilang.

Di tangannya, ia memegang sehelai kain biru yang dulu digunakan Su Ling untuk mengikat rambutnya saat meracik ramuan. Kain itu kini sedikit robek, terkena percikan darah dari pertempuran semalam. Hatinya terasa berat, penuh dengan campuran rasa bersalah, takut, dan sesuatu yang baru—sebuah bara kecil yang mulai menyala di dalam dirinya.

Di belakangnya, Tujuh Pedang Awan Suci sedang membantu Master Yun Xiao membersihkan puing-puing dan merawat yang terluka. Li Qing, meski lengannya masih dibalut perban, tetap memimpin dengan tegas, memastikan setiap murid mendapat perawatan. Zhao Yan dan Su Ling sibuk meracik ramuan penyembuh, sementara Feng Huo dan Gu Tao menguburkan murid-murid yang gugur dengan penuh hormat. Xiao Mei dan Liang Shu berpatroli di sekitar puncak, memastikan tak ada musuh yang kembali menyelinap.

"Chenchen, kau baik-baik saja?" suara lembut Su Ling terdengar dari belakang. Kakak Ketujuh itu berjalan mendekat, tangannya membawa mangkuk kecil berisi ramuan berwarna biru. "Minum ini. Ini akan menenangkan pikiranmu."

Wei Chen menoleh, mencoba tersenyum, tapi matanya yang merah dan bengkak tak bisa menyembunyikan kesedihannya. "Terima kasih, Kakak Ketujuh… aku… aku baik-baik saja," jawabnya, meski suaranya bergetar.

Su Ling duduk di sampingnya, tangannya mengelus kepala Wei Chen dengan lembut.

"Kau tak perlu berpura-pura kuat di depan kami, Chenchen. Kami tahu kau ketakutan semalam. Tapi kau sudah melakukan yang terbaik dengan bersembunyi. Itu keputusan yang tepat."

Wei Chen menunduk, tangannya mencengkeram kain biru itu lebih erat. "Tapi… aku tak melakukan apa-apa, Kakak. Aku hanya lari dan bersembunyi, sementara kalian semua bertarung. Aku… aku takut, tapi aku juga benci diriku sendiri karena tak bisa membantu. Kalian semua terluka karena melindungiku. Aku… aku terlalu lemah."

Su Ling terdiam sejenak, matanya penuh kasih sayang. "Chenchen, kau adalah adik kami. Melindungimu adalah tanggung jawab kami, bukan beban. Tapi… jika kau merasa ingin menjadi lebih kuat, kami akan mendukungmu. Kau punya hati yang murni, dan itu adalah kekuatan terbesarmu."

Wei Chen mengangguk pelan, tapi di dalam hatinya, ia tahu bahwa kebaikan hati saja tak cukup di dunia kultivasi yang kejam ini. Ia teringat kata-kata Xue Long malam tadi: "Hanya yang kuat yang berhak hidup." Kalimat itu terus bergema di kepalanya, seperti cambuk yang memukuli kepercayaan dirinya.

Di tengah percakapan mereka, Master Yun Xiao mendekat, jubah putihnya berkibar lembut ditiup angin. Wajahnya yang tua dan bijaksana tampak tegang, tapi matanya tetap memancarkan kehangatan saat melihat Wei Chen. "Chenchen, aku mendengar apa yang kau katakan," ucapnya dengan suara dalam. "Kau ingin menjadi lebih kuat?"

Wei Chen menatap Master Yun Xiao, matanya penuh tekad meski masih ada keraguan di dalamnya. "Ya, Guru. Aku… aku tak ingin menjadi beban lagi. Aku ingin melindungi kakak-kakakku, seperti mereka melindungiku."

Master Yun Xiao tersenyum tipis, lalu mengangguk. "Baiklah. Mulai hari ini, aku akan melatihmu secara pribadi. Tapi, kau harus tahu, jalan kultivasi bukanlah jalan yang mudah. Kau akan menghadapi rasa sakit, keputusasaan, dan godaan yang bisa menghancurkan hatimu. Apakah kau siap?"

Wei Chen menarik napas dalam-dalam, tangannya mengepal. "Aku siap, Guru."

Master Yun Xiao mengangguk lagi, lalu menoleh ke arah Tujuh Pedang Awan Suci yang kini berkumpul di dekat mereka. "Kalian semua, dengar. Mulai hari ini, Wei Chen akan menjadi murid langsungku. Aku akan mengajarinya Teknik Awan Suci, warisan tertinggi sekte kita. Bantu dia, dan pastikan dia tak kehilangan hati murninya di tengah jalan yang keras ini."

Li Qing melangkah maju, pedangnya kini terselip di sarungnya. "Guru, kami akan mendukung Chenchen dengan segala yang kami miliki. Tapi… bagaimana dengan Sekte Naga Darah? Mereka pasti akan kembali."

Master Yun Xiao mengerutkan kening, matanya menatap ke arah lembah yang diselimuti kabut. "Sekte Naga Darah… mereka bukan musuh sembarangan. Aku mendengar kabar bahwa mereka sedang mencari Relik Darah Abadi, sebuah artefak kuno yang konon bisa meningkatkan kekuatan kultivator hingga ke tingkat yang tak terbayangkan. Mereka menyerang sekte-sekte kecil seperti kita untuk mencari petunjuk tentang keberadaan relik itu."

Zhao Yan menggenggam tombaknya lebih erat. "Jadi, mereka menyerang kita karena mereka pikir kita tahu sesuatu tentang relik itu?"

Master Yun Xiao mengangguk. "Mungkin. Tapi aku tak yakin. Untuk saat ini, kita harus memperkuat pertahanan sekte. Aku akan pergi ke Sekte Bunga Salju di utara untuk meminta bantuan. Kalian semua, jaga Puncak Awan Suci, dan pastikan Chenchen aman."

Setelah berkata demikian, Master Yun Xiao melayang ke udara, tubuhnya menghilang di antara awan, meninggalkan Wei Chen dan kakak-kakaknya dengan tekad baru. Wei Chen menatap ke arah langit, hatinya dipenuhi campuran harapan dan ketakutan. Ia tahu perjalanan untuk menjadi kuat baru saja dimulai, dan di dunia kultivasi yang kejam ini, setiap langkah bisa menjadi langkah menuju kejayaan—atau kehancuran.

Di kejauhan, di markas Sekte Naga Darah, Xue Long berlutut di hadapan sosok misterius yang duduk di singgasana dari tulang. Sosok itu mengenakan jubah hitam pekat, auranya begitu mengerikan hingga udara di sekitarnya bergetar. "Maafkan hamba, Tuan," kata Xue Long dengan suara gemetar. "Kami gagal menghancurkan Sekte Puncak Awan Suci karena Yun Xiao kembali tepat waktu."

Sosok di singgasana itu tertawa dingin, suaranya seperti bisikan kematian. "Tak apa, Xue Long. Biarkan mereka hidup untuk sementara. Bocah bernama Wei Chen itu… aku merasakan sesuatu darinya. Jika dia benar-benar kunci menuju Relik Darah Abadi, kita akan menggunakannya. Dan jika tidak… kita akan menghancurkan sekte kecil itu hingga tak tersisa apa pun."

More Chapters