Hari-hari di Puncak Awan Suci berlalu dengan penuh ketegangan setelah Wei Chen menyentuh Relik Darah Abadi. Tujuh Pedang Awan Suci bekerja tanpa henti untuk memperkuat pertahanan sekte, memasang formasi pelindung yang lebih kuat dan melatih murid-murid yang tersisa untuk bersiap menghadapi serangan yang tak terelakkan.
Sementara itu, Wei Chen menjalani latihan yang lebih intens di bawah bimbingan Li Qing dan Feng Huo, berusaha memanfaatkan lonjakan qi yang ia dapatkan setelah menyentuh relik.
Pagi itu, di lapangan latihan, Wei Chen berdiri dengan pedang kayu di tangan, keringat menetes dari dahinya.
Di depannya, Feng Huo memainkan serulingnya, mengirimkan gelombang suara kecil untuk menguji refleks Wei Chen. Dengan fokus penuh, Wei Chen mengayunkan pedangnya, mencoba menangkis gelombang suara itu dengan qi-nya. Kilau putih samar muncul di sekitar pedangnya, dan untuk pertama kalinya, ia berhasil memblokir serangan Feng Huo, meski tangannya gemetar akibat tekanan.
Feng Huo menurunkan serulingnya, matanya yang biasanya dingin kini penuh kebanggaan. "Bagus, Chenchen. Kau mulai bisa menggabungkan qi-mu dengan pedangmu. Tapi kau harus lebih cepat—musuh tak akan memberimu waktu untuk bernapas."
Wei Chen tersenyum lelet, napasnya tersengal. "Terima kasih, Kakak Ketiga… aku akan berusaha lebih keras!"
Namun, sebelum mereka bisa melanjutkan latihan, sebuah suara gemuruh tiba-tiba terdengar dari arah lembah. Langit yang tadinya cerah mulai dipenuhi awan hitam, dan aura pembunuh yang mengerikan menyebar ke seluruh Pegunungan Seribu Awan. Li Qing, yang sedang memeriksa formasi pelindung di gerbang utama, segera berlari ke lapangan, wajahnya penuh kewaspadaan.
"Semuanya, bersiap!" teriak Li Qing, pedang peraknya terhunus. "Mereka datang!"
Dari balik kabut tebal, ratusan murid Sekte Naga Darah muncul, dipimpin oleh Xue Long dan Fang Yi, dua tetua yang penuh dendam. Di belakang mereka, sosok misterius yang selama ini hanya disebut sebagai "Tuan" akhirnya menampakkan diri. Ia adalah seorang pria tinggi dengan jubah hitam pekat, wajahnya tertutup topeng tulang, dan auranya begitu kuat hingga membuat tanah di sekitarnya bergetar. Di tangannya, ia memegang pedang panjang berwarna merah darah, yang memancarkan hawa jahat.
"Aku adalah Mo Tian, Pemimpin Sekte Naga Darah," kata sosok itu, suaranya dingin seperti bisikan kematian. "Serahkan Relik Darah Abadi dan bocah bernama Wei Chen, atau sekte kecil kalian ini akan menjadi abu!"
Li Qing melangkah maju, pedangnya terangkat, matanya penuh tekad. "Kalian tak akan pernah mendapatkan relik itu, apalagi menyentuh adik kami! Puncak Awan Suci akan bertahan, bahkan jika kami harus bertarung sampai tetes darah terakhir!"
Mo Tian tertawa dingin, pedangnya terayun ke depan, mengirimkan gelombang energi merah yang menghancurkan formasi pelindung di gerbang utama dalam sekejap. "Kalau begitu, bersiaplah untuk mati!" bentaknya, lalu melambaikan tangan, memerintahkan anak buahnya untuk menyerang.
Pertempuran besar pun pecah. Tujuh Pedang Awan Suci bergerak seperti angin, masing-masing menggunakan teknik terbaik mereka untuk melawan gelombang musuh yang tak ada habisnya. Li Qing bertarung langsung melawan Mo Tian, pedang peraknya berbenturan dengan pedang merah darah, menciptakan ledakan yang mengguncang puncak. Zhao Yan, meski kakinya masih terluka, berputar cepat dengan tombak emasnya, menghalau puluhan musuh sekaligus. Feng Huo meniup serulingnya, mengirimkan gelombang suara mematikan yang menghancurkan musuh dari kejauhan. Xiao Mei, Liang Shu, Gu Tao, dan Su Ling juga bertarung dengan gigih, melindungi murid-murid sekte yang lebih lemah.
Wei Chen, yang awalnya diperintahkan untuk bersembunyi di aula utama bersama murid-murid lainnya, tak bisa tinggal diam. Ia mendengar suara benturan senjata dan teriakan kakak-kakaknya, dan rasa takut yang dulu pernah melumpuhkannya kini berubah menjadi keberanian yang membara. Dengan pedang kayu di tangan, ia berlari keluar, matanya penuh tekad.
"Chenchen, kembali!" teriak Su Ling saat melihat Wei Chen muncul di lapangan pertempuran. Tapi Wei Chen menggeleng, tangannya mencengkeram pedang dengan erat.
"Aku tak mau bersembunyi lagi, Kakak Ketujuh! Aku… aku ingin membantu!" serunya, lalu melangkah maju, menghadapi beberapa murid Sekte Naga Darah yang mendekat.
Dengan fokus penuh, Wei Chen mengalirkan qi-nya ke pedang kayunya, menciptakan kilau putih yang lebih terang dari sebelumnya. Ia mengayunkan pedang itu ke depan, dan untuk pertama kalinya, sebuah gelombang energi kecil melesat, mengenai salah satu musuh dan membuatnya terpental. Meski serangannya masih lemah dibandingkan kakak-kakaknya, itu adalah langkah besar bagi Wei Chen.
Namun, di tengah pertempuran, Mo Tian tiba-tiba melesat ke arah Wei Chen, matanya menyipit penuh minat. "Jadi kau Wei Chen… bocah yang berhati murni," gumamnya, pedang merah darahnya terayun ke arah Wei Chen dengan kecepatan mengerikan.
Li Qing, yang melihat itu, segera melompat ke depan, pedangnya menghalau serangan Mo Tian tepat waktu. "Jangan sentuh adikku!" bentaknya, lalu mendorong Wei Chen ke belakang. "Chenchen, lari! Kau bukan lawannya!"
Tapi Wei Chen tak bergerak. Ia menatap Mo Tian, matanya penuh keberanian meski tubuhnya gemetar. "Aku… aku tak akan lari lagi! Aku akan melindungi kakak-kakakku!" serunya, lalu mengangkat pedang kayunya, bersiap untuk bertarung.
Mo Tian tertawa dingin, auranya semakin mengerikan. "Keberanian yang bodoh… tapi menarik. Aku akan membawamu hidup-hidup, bocah. Kau akan menjadi kunci untuk membuka kekuatan Relik Darah Abadi!"
Pertempuran berlanjut dengan sengit, dan Puncak Awan Suci kini menjadi lautan darah dan api. Wei Chen, meski lemah, berdiri di samping kakak-kakaknya, siap menghadapi badai yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Di dalam hatinya, bara kecil yang dulu hanya menyala kini telah menjadi api yang membara, menandakan kelahiran seorang kultivator sejati.