Badai salju yang dilepaskan oleh Sekte Bunga Salju membawa angin dingin yang menusuk, membekukan puluhan murid Sekte Naga Darah dalam sekejap. Wanita yang memimpin mereka, yang dikenal sebagai Nyonya Bing Xue, melangkah maju dengan kipas saljunya yang berkilau, matanya penuh wibawa. "Puncak Awan Suci adalah sekte yang berada di bawah perlindungan kami!" serunya, suaranya menggema di tengah pertempuran. "Sekte Naga Darah, kalian telah melanggar hukum Sungai dan Danau dengan menyerang sekte kecil tanpa alasan yang jelas. Mundur, atau hadapi murka Bunga Salju!"
Mo Tian, yang baru saja terpental akibat serangan Wei Chen, menggeram penuh amarah. Auranya yang mengerikan semakin pekat, dan pedang merah darah di tangannya memancarkan hawa jahat yang membuat udara di sekitarnya terasa berat. "Bunga Salju… kalian pikir kalian bisa menghentikan langkahku menuju keabadian?!" bentaknya, lalu melompat ke depan, pedangnya mengirimkan gelombang energi merah yang menghancurkan lapisan es di sekitar anak buahnya.
Li Qing, yang berdiri di samping Wei Chen, menatap Nyonya Bing Xue dengan rasa terima kasih. "Terima kasih atas bantuanmu, Nyonya Bing Xue," katanya, suaranya penuh hormat meski napasnya tersengal akibat luka-lukanya. "Tapi musuh ini… dia terlalu kuat. Kami membutuhkan semua kekuatan untuk menghentikannya."
Nyonya Bing Xue mengangguk, lalu melirik Wei Chen, yang kini memancarkan aura putih bercampur merah samar. "Bocah itu… dia menyatu dengan Relik Darah Abadi?" tanyanya, matanya menyipit penuh minat. "Hati murninya… mungkin dia memang kunci untuk mengakhiri pertempuran ini."
Wei Chen, yang mendengar kata-kata itu, menatap pedang kayunya yang kini bergetar dengan energi baru. Ia merasa qi-nya mengalir lebih lancar dari sebelumnya, dan ada kekuatan aneh yang mendorongnya untuk maju. "Aku… aku akan melindungi kakak-kakakku!"
gumamnya, lalu melangkah ke depan, berdiri di samping Li Qing dan Nyonya Bing Xue.
Mo Tian tertawa dingin, matanya penuh kebencian saat menatap Wei Chen. "Bocah, kau pikir kau bisa menghentikanku hanya karena kau menyatu dengan relik itu? Kekuatan sejati bukan milik orang lemah sepertimu!" Ia mengayunkan pedangnya, mengirimkan gelombang energi merah yang lebih besar dari sebelumnya, mengarah langsung ke arah Wei Chen.
Namun, sebelum serangan itu mengenai, Li Qing dan Nyonya Bing Xue bergerak bersamaan. Li Qing melancarkan Tebasan Awan Penghancur sekali lagi, sementara Nyonya Bing Xue mengayunkan kipasnya, menciptakan badai salju yang membekukan gelombang energi Mo Tian di udara. Wei Chen, yang melihat kesempatan, mengalirkan seluruh qi-nya ke pedang kayunya, menciptakan kilau putih yang lebih terang dari sebelumnya.
"Demi kakak-kakakku… demi Puncak Awan Suci!" teriak Wei Chen, lalu melompat ke depan, pedang kayunya terayun dengan kecepatan yang mengejutkan. Tebasan Awan Murni, teknik dasar yang diajarkan Li Qing, kini diperkuat oleh energi Relik Darah Abadi, menciptakan gelombang energi putih bercampur merah yang melesat ke arah Mo Tian.
Serangan itu mengenai dada Mo Tian, membuatnya terpental ke belakang dan jatuh berlutut untuk pertama kalinya. Darah mengalir dari sudut mulutnya, dan auranya yang mengerikan mulai melemah. "Mustahil… bocah ini… bagaimana dia bisa…?" gumamnya, suaranya penuh keheranan.
Tujuh Pedang Awan Suci, yang melihat momen itu, segera memanfaatkan kesempatan. Zhao Yan, Feng Huo, Xiao Mei, Liang Shu, Gu Tao, dan Su Ling bergerak bersamaan, melancarkan serangan gabungan mereka. Tombak emas Zhao Yan, gelombang suara Feng Huo, angin puyuh Xiao Mei, petir Liang Shu, pukulan Gu Tao, dan racun Su Ling menyatu menjadi satu serangan dahsyat yang menghantam Mo Tian, membuatnya terlempar jauh ke tepi puncak.
Xue Long dan Fang Yi, yang melihat pemimpin mereka terdesak, segera berteriak pada anak buah mereka. "Mundur! Kita mundur!" perintah Xue Long, wajahnya pucat ketakutan. Dalam sekejap, sisa pasukan Sekte Naga Darah menghilang ke dalam kabut, meninggalkan Puncak Awan Suci dalam keheningan yang mencekam.
Wei Chen jatuh berlutut, napasnya tersengal-sengal, pedang kayunya jatuh ke tanah. Energi Relik Darah Abadi yang mengalir di tubuhnya terasa terlalu besar untuk dikendalikan, membuat tubuhnya gemetar hebat. Li Qing segera berlari ke arahnya, memeluknya erat. "Chenchen, kau… kau luar biasa," bisiknya, suaranya penuh kebanggaan meski matanya berkaca-kaca.
Zhao Yan, yang tertatih mendekat, tersenyum lelet. "Adik kecil kita… dia benar-benar sudah tumbuh," katanya, tangannya menepuk pundak Wei Chen dengan lembut.
Namun, di tengah momen haru itu, Nyonya Bing Xue melangkah maju, wajahnya penuh kewaspadaan. "Jangan terlalu cepat merayakan kemenangan," katanya, suaranya tegas. "Mo Tian belum mati. Aku bisa merasakan auranya masih ada di kejauhan. Dan… relik itu… kekuatannya terlalu berbahaya untuk dibiarkan begitu saja."
Wei Chen menatap Nyonya Bing Xue, lalu ke arah kakak-kakaknya, matanya penuh tekad. "Aku… aku akan belajar mengendalikan relik ini, Nyonya," katanya, suaranya penuh determinasi. "Aku tak mau kekuatan ini menjadi kutukan… aku ingin menggunakannya untuk melindungi semua orang yang kucintai."
Nyonya Bing Xue tersenyum tipis, lalu mengangguk. "Kau punya hati yang murni, Wei Chen. Itu adalah kekuatan terbesarmu. Tapi kau harus berhati-hati—Relik Darah Abadi bukan hanya sumber kekuatan, tapi juga godaan.
Jangan biarkan iblis batinmu menguasai."
Setelah pertempuran selesai, Sekte Bunga Salju membantu Puncak Awan Suci membersihkan puing-puing dan merawat yang terluka. Malam itu, Wei Chen duduk di tepi tebing, memandang langit yang kini kembali jernih, bintang-bintang berkilauan di atasnya. Di tangannya, ia memegang pedang kayu yang kini penuh goresan, tapi juga penuh kenangan.
"Kakak-kakak… terima kasih karena selalu melindungiku," gumamnya, air matanya jatuh perlahan. "Sekarang… giliranku untuk melindungi kalian."
Di kejauhan, di markas Sekte Naga Darah, Mo Tian duduk di singgasana tulangnya, tubuhnya penuh luka, tapi matanya menyala penuh dendam. "Bocah itu… dia akan menjadi ancaman terbesar kita," gumamnya, tangannya mengepal erat. "Tapi aku tak akan menyerah.
Relik Darah Abadi… dan kekuatan abadi… akan menjadi milikku, apa pun caranya."